Sabtu, 26 November 2011

SIKAP MUSLIM MENYIKAPI PEMIMPIN ZALIM


MUKADIMAH.

Akhir-akhir ini kita melihat banyak perpecahan antar umat islam bahkan sampai melakukan tindak anarkis kepada saudara sesama muslim. karena ketidakpuasan suatu kelompok muslim  itu kepada sistem pemerintahan kita. Hal itu sudah marak beritanya misalkan dari demonstrasi sampai bom bunuh diri sebagai wujud protes kepada pemimpin yang zalim (tidak mengikuti hukum islam), apakah itu ajaran islam yang benar, atau justru merupakan suatu kebodohan yang berdampak kepada kerugian yang lebih besar? tentu saja hal itu merupakan suatu kejahilan karena walaupun mereka tahu apa itu Islam dan mereka meyakini agama islam sebagai agama mereka akan tetapi mereka tidak mau berpikir ulang apakah hal itu (anarkisme berlabel jihad) dibolehkan atau tidak dalam Islam.         

 Sudah tidak diragukan lagi jika terjadi perbedaan dari kalangan para da'I dalam memahami Al-Qur'an dan As-Sunnah maka masing-masing di antara mereka akan berprinsip dan beramal serta berdakwah sesuai dengan apa yang dipahami oleh dirinya. Akibat dari itu di sana-sini muncul para pemikir-pemikir islam yang mengibarkan paham-paham baru yang kemudian diikuti oleh para muqollid dan pengekornya yang jahil. Sebagian di antara tokoh dan pemikir-pemikir muslim yang  sering digelari sebagai intelektual muslim mereka  memisahkan diri dari kaum muslimin dengan membuat kelompok-kelompok baru dengan mengangkat salah seorang diantara mereka menjadi imam atau amir bagi jama'ahnya. Dari sinilah mereka kemudian memulai berdakwah mengajak kaum muslimin untuk masuk ke dalam kelompoknya, mewajibkan ba'iat kepada sang amir dan menghukumi kaum muslimin  jahiliyah apabila mati belum berbai'at kepada amirnya.

Setiap orang yang memiliki perhatian terhadap ilmu tafsir mereka sudah maklum bahwa; metode terbaik dalam menafsiri Al-Qur'an adalah dengan Al-Qur'an itu sendiri, karena yang global di suatu ayat telah dirinci di ayat lain, dan jika ada yang diringkas di suatu ayat maka dijabarkan pada ayat yang lain.

Jika antara ayat yang satu dengan yang lain belum ditemukan penjelasannya secara rinci maka wajib dicari di dalam Sunnah Rosululloh SAW, karena Sunnah adalah penjelas dari Al-Qur'an, dan jika tidak ditemukan juga tafsir Al-Qur'an di dalam Sunnah maka wajib rujuk kepada penjelasan para sahabat, para tabi'ian dan tabi'ut tabi'in. (Lihat Muqoddimah fi Ushuli Tafsir, hal 93)

Salah satu prinsip dakwah ahlus sunnah adalah amar ma'ruf nahi munkar dan salah satu wujud nahi munkar adalah mengungkap pemahaman-pemahaman kelompok muslimin yang sesat dan menyesatkan. Atas dasar itu dengan merujuk kepada ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits Rosululloh SAW sebagaimana yang telah dipahami oleh generasi terbaik umat islam ini (salafus sholih) tulisan ini tidak ada maksud lain kecuali mengingatkan dan sekaligus meluruskan akidah yang sesat bagi para pejuang penegak Jama'ah Imaamah atau Daulah Islamiyah ini.

Beberapa aliran dan paham sesat yang berkembang di Indonesia yang berkaitan dengan Jama'ah-Imamah atau Kekhilafahan di antaranya adalah Gerakan Ahmadiyah yang  didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India dan masuk ke Indonesia sekitar tahun 1935 M. Mirza Ghulam telah dikafirkan oleh para ulama dan lembaga-lembaga Islam resmi, seperti Al-Majma' Fiqhi yang menginduk kepada Rabithah 'Alam Islami dan Hai'ah Kibar Ulama Saudi Arabia. Kelompok yang kedua adalah Islam Jama'ah yang sekarang berubah nama menjadi LDII didirikan oleh Nurhasan Ubaidah, sedangkan yang ketiga yaitu Gerakan Islam Hizbulloh yang kemudian berubah nama menjadi Jama'ah Muslimin (Hizbullah) didirikan oleh Wali Al-Fataah. Kelompok sesat yang keempat yaitu Jama'ah Al-Qiyadah Al-Islamiyah dengan Imamnya Ahmad Moshaddiq yang bergelar Michael Muhdats atau Al-Masih Al-Maw'ud. Jama'ah ini  (Al-Qiyadah Al-Islamiyah) juga telah disesatkan berdasarkan Fatwa MUI No. 4 tanggal 3 Oktober 2007 bahwa ; "Aliran Al-Qiyadah Al-Islamiyah berada di luar Islam dan orang yang mengikuti ajaran tersebut adalah murtad" MUI juga meminta pemerintah melarang penyebaran ajaran tersebut. Disamping empat kelompok yang sudah saya sebutkan di atas juga masih banyak lagi kita dapatkan paham-paham sesat yang berkembang di Indonesia seperti kelompok Syi'ah, IM, HTI, NII, Isa Bugis, JIL, Lia Aminuddin dan yang lainnya.

Mungkin bagi orang jahil tulisan ini akan dianggap sebagai perbuatan ghibah, cacian atau fitnah terhadap sesama muslim, maka ketahuilah membicarakan pelaku kesesatan dan kebid'ahan yang menyelisihi manhaj Rosul dan para sahabatnya adalah perkara yang wajib bagi ahlus sunnah agar orang lain mengetahui tentang kesesatan dan kebid'ahannya. Ibarat kita tidak akan terjatuh kedalam lubang kalau ada yang memberitahu kalau disitu ada lubang.

PENGERTIAN IMAM JAMAA’AH (Pemimpin)

إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ, كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ (رواه مسلم)

"Bahwasannya Imam adalah junnah (perisai / tameng) yang dilancarkan perang dari belakangnya terhadap musuh dan ditakuti, jika dia memerintah bertakwa kepada Allah dan berlaku adil ia mendapat pahala dengan sebab hal itu, dan jika dia memerintahkan dengan yang selainnya, dia mendapatkan dosa karena hal itu." (HR. Muslim)


Imam Nawawi dalam syarh Shahih Muslim juz 12 hal 352, menjelaskan sebagai berikut : "Yang dimaksud imam itu perisai artinya imam berfungsi sebagai pelindung (melindungi rakyatnya). Karena imam dapat mencegah musuh agar jangan mengganggu kaum muslimin dan dapat mencegah rakyatnya untuk jangan saling mengganggu satu dengan yang lainnya. Imam itu juga dapat melindungi kelangsungan masyarakat islam, serta ditakuti oleh rakyatnya (karena memiliki kekuasaan) dan rakyat dalam keadaan takut dari hukumannya."

Pengertian Imam berdasarkan hadits yang mulia tersebut di atas sudah sangat jelas bahwa mereka adalah Imam yang dhohir yakni penguasa yang mampu membentengi rakyatnya dari serangan musuh dan mereka ditakuti oleh musuh karena memiliki kekuasaan dan kewibawaan dan juga ditakuti oleh rakyatnya karena hukum-hukum yang ditegakkannya. Inilah pengertian Imam berdasarkan hadits yang telah disyarah oleh Imam Nawawi.

Adapun orang jahil yang mengaku-aku sebagai imamul muslimin tetapi tidak berkuasa serta kaum muslimin didunia tidak mengenalnya maka yang demikian dinamakan Imam sir atau Imam rahasia yang hanya diakui oleh sekelompok kecil muslimin. Oleh karena itu tidak ada kewajiban bagi muslimin untuk mengimaninya apalagi mentaatinya, bahkan haram hukumnya karena Imam yang seperti ini tidak memberikan manfaat sedikitpun bagi kaum muslimin justru sebaliknya keberadaan mereka hanya akan membawa kepada malapetaka yakni perpecahan umat islam, permusuhan bahkan peperangan sesama muslim.

Penjelasan hadits berikutnya datang dari  Abu Bakrah, Rasulullah SAW  bersabda :

إنّ السُّلطّانَ ظِلُّ الله فِي الْأرْضِ فَمَنْ أَهاَنَهُ أَهاَنَهُ الله وَمَنْ أَكْرَمَهُ أَكْرَمَهُ الله

"Sesungguhnya Penguasa adalah naungan Allah di muka bumi, maka barang siapa yang menghina-kannya maka Allah akan menghinakannya dan barang siapa memulyakannya maka Allah akan memulyakannya." (Hadits Shahih diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ashim, Ahmad, Ath-Thoyalisi, At-Tirmidzi dan Ibnu Hiban, dan dihasan-kan oleh Al-Albani)

Tidak ada perselisihan sedikitpun dari kalangan para ulama dan para ahli tafsir bahwa yang dimaksud As-Sulthon pada hadits di atas adalah para penguasa negara yang mereka itu muslim, seperti Raja Kerajaan Saudi Arabia, Kepala Pemerintahan Negara Indonesia dan seterusnya.

Sulthon atau penguasa negara adalah naungan Alloh atau sering disebut juga kholifatulloh fil ardh, maksudnya bahwa Allah SWTadalah Raja yang kerajaan-Nya meliputi langit dan bumi kemudian Alloh menjadikan para penguasa di muka bumi sebagai pengatur kehidupan manusia agar tercipta kedamaian dan kesejahteraan. Di muka bumi ini ada penguasa yang kafir  dan ada penguasa yang muslim, penguasa yang muslimpun adakalanya mereka orang yang adil yang mereka menyuruh atau memerintah dengan takwa dan juga ada kalanya mereka itu orang yang fajir yang mereka menyuruh atau memerintah dengan kemaksiatan.

Namun demikian manusia yang berkumpul di suatu negara atau wilayah sekalipun dipimpin oleh penguasa yang zolim akan jauh lebih baik keadaannya dari pada mereka tidak memiliki pemimpin. Jika sebuah Negara atau daerah yang banyak berkumpul manusia akan tetapi mereka tidak memiliki pemimpin/penguasa maka sudah bisa dipastikan yang akan terjadi adalah kekacauan-kekacauan. Salah satu prinsip ahlussunnah adalah memuliakan sulthon/penguasa yang muslim, memberi nasihat dan taat kepada mereka, sedangkan salah satu prinsip warisan khowarij adalah menghinakan penguasa, mencelanya dan memisahkan diri darinya atau memberontak mereka sekalipun mereka muslim, mengerjakan sholat dan membayar zakat karena dalam pandangan kaum khowarij tidak ada penguasa yang adil yang menerapkan hukum Alloh dengan sempurna.

Hati-hati dengan pemahaman Pemberontak (khawarij) 

Salah satu ciri para khowarij zaman sekarang adalah mereka lebih senang membaca atau memuji buku " Saudi di Mata Seorang Al-Qa'idah (khowarij)" dari pada membaca catatan atau mendengar taushiah " Saudi di Mata Seorang Ulama Ahlus sunnah". Atau mereka lebih senang menyimak buku "Aku Melawan Terorois" karya seorang teroris Imam Samudra dari pada membaca buku "Mereka Adalah Teroris" karya Al-ustadz Luqman bin Muhammad Ba'abduh. Tentu saja sudut pandang dan hasilnya sangat jauh berbeda wahai kaum khowarij.

Judul buku "Saudi di Mata Seorang Al-Qa'idah" dikarang oleh Abu Muhammad Al-Maqdisi. Seorang penulis beraliran khowarij yang jauh dari bimbingan ulama ahlus sunnah sehingga ia tidak paham bagaimana menyikapai keadaan penguasa menurut Rosululloh SAW. Mereka sebarkan kejelekan-kejelekan pemerintah Saudi melalui tulisan sebagai bentuk provokasi dan merendahkan martabat seorang penguasa.

Adapun prinsip ahlus sunnah yang berikutnya adalah dalam hal menasehati seorang penguasa, mereka tidak berbicara di atas mimbar dan podium atau menulis di beberapa media cetak agar diketahui masyarakat ramai. Cara-cara seperti  itu  adalah bagian dari provokasi gaya khowarij, adapun ahlus sunnah bila menasehati penguasa muslim adalah dengan cara yang lembut dan rahasia, bila perlu dengan pertemuan empat mata. Inilah ajaran agama yang lurus lagi mulia tapi sebagian besar manusia mengikuti hawa nafsunya dan tidak mau kembali kepada Allah SWTdan Rosul-Nya SAW.

Dari Iyadh bin Al-Ghanim dia berkata Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لَذَيْ سُلْطَان فَلاَ يَبْدَهُ عَلاَنِيَة وَلِيَأ خُذُ بِيَدِهِ فَإِنْ سَمِعَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلاّ كَانَ أَدَى الّذيْ عَلَيْهِ
"Barangsiapa yang ingin menasehati penguasa janganlah ia menampakkannya secara terang-terangan, hendaknya ia pegang tangannya, jika menerimanya maka itulah (yang diharapkan), jika tidak maka dia telah menunaikan beban kewajibannya". (Hadits Shahih diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Abi Ashim, Al-Hakim dan Al-Baihaqi dan Dishahihkan oleh Al-Albani)

Sulthon adalah penguasa wilayah di dalam hadits sebutan bagi penguasa wilayah terkadang menggunakan lafad; Sulthon, Amir, Malik, Imam, kholifah dan yang sejenisnya.

Dari Ibnu Abbas, ia mengatakan, Rasulullah SAW  bersabda:

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

"Barangsiapa menjumpai sesuatu yang tidak disukai dari pemimpinnya hendaklah ia bersabar, sesungguhnya orang yang telah memisahkan diri dari penguasa sejengkal saja lalu mati, tiada lain kematiannya melainkan kematian Jahiliyah". (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad, lafadz oleh Bukhari)

 Dalam hadits ini sekaligus dijelaskan oleh Rasulullah SAW bahwa yang dimaksud dengan kalimat  أَمِير adalah السُّلْطَان, yang dimaksudkan dengan kalimat Imam atau Amir adalah penguasa.

Kelompok pemuja Imam palsu yang memiliki pemahaman baru hasil perselingkuhan antara paham khowarij dan mu'tazilah ini, mereka benar-benar  tidak memahami kaidah-kaidah agama dengan baik. Semangat jihadnya yang berapi-api mengakibatkan mereka bermudah-mudah dalam mengkafir-kafirkan penguasa muslim dan menganggap mereka adalah thoghut yang harus diperangi. Dengan dalih itu mereka menganggap dunia islam tidak lagi memiliki Imam, karena penguasa yang ada dianggap telah keluar dari syari'at Islam. Oleh karenanya mereka berijtihad untuk mengangkat "dirinya" sebagai Amir atau Imam bagi seluruh umat Islam. Maka jadilah mereka itu Imam palsu (imam bawah tanah) karena kepemimpinan mereka tidak diketahui dan tidak diakui oleh para ulama dan kaum muslimin di seluruh dunia. Naudzubillah

SIKAP MUSLIMIN KEPADA PENGUASA (IMAM) ZALIM

Mengingat banyakya pemahaman radikal (teroris) yang berkembang saat ini maka sebaiknya sorang muslim tahu batas-batas pemahaman ketaatan kepada pemimpin yang tidak berhukum kepada hukum islam (zalim) dan batas-batas pemimpin zalim yang layak kita perangi  :

A.    Batas-Batas Ketaatan Kepada Imam :
             
  1. Selama Penguasa Muslim Masih Menegakkan Sholat

Dari Auf bin Malik Al-Asyja'iy berkata :

قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ قَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ
             
"Kami berkata ya Rosulalloh ; 'Apakah tidak kami perangi saja mereka (para imam yang jahat) apabila kami menjumpai yang demikian? Berkata Rosululloh SAW ; 'Tidak selagi mereka menegakkan sholat di tengah-tengah  kalian, Tidak selagi mereka menegakkan sholat di tengah-tengah  kalian...". (HR. Muslim dan Ahmad)

            Hadits di atas menjelaskan bahwa; jika seorang Imam bermaksiat kepada Allah SWTseperti berbuat murka dan melaknati kepada rakyatnya, berlaku kejam dan tidak adil atau yang semisalnya maka kefasikan atau kezoliman seorang Imam tidak dapat menggugurkan kewajiban rakyat untuk mentaati perintahnya selama mereka masih menegakkan sholat bersama rakyatnya.

            Kalimat "menegakkan sholat di tengah-tengah kalian" pada hadits di atas tidak bisa dikinayahkan dengan "menegakkan hukum-hukum islam di tengah-tengah kalian". Ini adalah pemahaman sesat gaya mu'tazilah.

  1. Sekalipun menampakkan Kemaksiatan Tetapi Tidak Menampakkan Kekufuran

Rosululloh SAW bersabda:

تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ (رواه مسلم)

"Engkau harus mendengar dan mentaati pemimpin dan jikapun dipukul punggungmu dan diambil hartamu maka dengarlah dan taatlah." (HR. Muslim)

Hadits di atas memberikan contoh yang lebih kongrit lagi terhadap batas-batas ketaatan yaitu jikapun seorang penguasa berlaku sewenang-wenang semisal memukul punggung rakyatnya dan merampas harta rakyatnya maka rakyat tetap wajib mendengar dan taat kepada Imam yang masih muslim dan tidak menampakkan kekafirannya.

Rosululloh SAW bersabda:

أَلَا مَنْ وَلِيَ عَلَيْهِ وَالٍ فَرَآهُ يَأْتِي شَيْئًا مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ فَلْيَكْرَهْ مَا يَأْتِي مِنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلَا يَنْزِعَنَّ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ
(رواه مسلم و أحمد)

"Ingatlah barang siapa yang dipimpin oleh seorang Imam kemudian dia melihat sesuatu yang tidak disukai dari memaksiati Alloh maka bencilah terhadap kemaksiatannya kepada Alloh dan janganlah ia melepaskan tangan dari keta'atan". (HR. Muslim dan Ahmad)

Hadits ini nampak sangat jelas bahwa kemaksiatan yang dilakukan oleh Imam atau penguasa tidak serta-merta menghalalkan untuk memeranginya atau menggulingkannya ataupun memisahkan diri dari penguasa dengan mengangkat Imam tandingan untuk menyusun kekuatan, membentuk dan membangun jama'ah tertentu dengan mengatasnamakan persatuan dan sebagainya.

3.    Selama Perintahnya Adalah Perkara Yang Ma'ruf & Bukan Perintah Untuk Bermaksiat

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisaa: 59)

            Orang-orang beriman diperintahkan agar mentaati perintah-perintah Allah SWTdan Rosul-Nya secara mutlak. Karena kebenaran adalah segala sesuatu yang datang dari Allah SWT,  perintah-Nya pasti benar dan tidak mungkin salah. Dan Rosul-Nya adalah hamba Alloh yang ma'sum yakni terpelihara dari kesalahan.

            Adapun manusia selain nabi dan rosul seperti Imam atau ulil amri mereka bukanlah manusia yang ma'sum, oleh karena itu pada ayat di atas lafadz ulil amri tidak diawali dengan kalimat - atii'uu – sebagaimana lafadz Alloh dan Rosul hal ini menunjukkan bahwa ketaatan seorang muslim kepada ulil amri tidak bersifat mutlak tetapi hal itu hanya sebatas dalam perkara yang ma'ruf.
           
Rosululloh SAW :

لَا طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ
            "Tidak ada ketaatan (kepada imam) dalam bermaksiat kepada Allah SWTsesungguhnya ketaatan itu dalam perkara yang ma'ruf". (HR. Muslim)
            
  
Rosululloh SAW bersabda:

السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ حَقٌّ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِالْمَعْصِيَةِ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
   
"Mendengar dan taatlah dengan sebenar-benarnya selama tidak diperintah dengan maksiat, apabila dia memerintah dengan maksiat maka janganlah mendengar dan jangan pula taat". (HR. Bukhori)  

Rosululloh SAW telah bersabda:

لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

"Tidak ada ketaatan terhadap makhluk dalam bermaksiat kepada Alloh azza wa jalla".(HR. Ahmad)


B.    Pemimpin (Imam) yang boleh diperangi/digulingkan :

Ciri-ciri Imam/Pemimpin yang boleh diingkari atau diperangi adalah ciri-cirinya sebagai berikut ;

1. Telah Nyata Kekufurannya


Diriwayatkan dari Junadah bin Abi Umayyah ra. dia berkata: kami masuk kerumah Ubadah bin Ash-Shomit ra.  ketika beliau dalam keadaan sakit dan kami berkata kepadanya, "Sampaikan hadits kepada kami semoga Allah SWTmenyehatkan engkau dengan hadits yang kau dengar dari Rosululloh SAW  yang Alloh akan memberikan manfaat dengannya untuk kami, maka iapun berkata:
 

دَعَانَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَايَعْنَاهُ فَقَالَ فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةً عَلَيْنَا وَأَنْ لَا نُنَازِعَ الْأَمْرَ أَهْلَهُ إِلَّا أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
   
"Nabi SAW memanggil kami kemudian kami membai'atnya dan di antara bai'atnya adalah agar kami bersumpah setia untuk mendengar dan taat (kepada penguasa) ketika kami suka maupun tidak suka, ketika dalam kemudahan ataupun dalam kesusahan, ataupun ketika kami diperbuat tidak adil, serta agar kami tidak mencabut (memberontak) kepemimpinan dari yang menjabatnya kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyata, dimana kalian memiliki bukti dalam hal ini dari Alloh". (HR. Bukhori dan Muslim)

2.  Terang-terangan Meninggalkan sholat

Dari Auf bin Malik Al-Asyja'iy berkata :

قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ عِنْدَ ذَلِكَ قَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمُ الصَّلَاةَ

    "Kami berkata ya Rosulalloh ; 'Apakah tidak kami perangi saja mereka (para imam yang jahat) apabila kami menjumpai yang demikian? Berkata Rosululloh SAW ; 'Tidak selagi mereka menegakkan sholat pada kalian, Tidak selagi mereka menegakkan sholat dengan kalian...". (HR. Muslim dan Ahmad)

    Pada hadits di atas telah dijelaskan ketika para sahabat menyampaikan keinginan untuk memerangi Imam atau penguasa yang fajir dan yang zolim maka Rosululloh SAW mencegahnya dengan catatan selagi Imam tadi masih mengerjakan sholat. Sholatnya seseorang adalah sebagai pembeda antara orang yang muslim dan orang yang kafir. Oleh karena itu salah satu yang menjadi penghalang bagi Imam utnuk diperangi adalah jika ia masih mengerjakan sholat, dengan kata lain apabila sang Imam tadi nyata-nyata meninggalkan sholat dan menjadi sebab ia menjadi kafir maka hal ini boleh saja bagi Imam tadi untuk diperangi atau digulingkan.

3.    Syaratnya Tidak Menimbulkan Mudhorot Yang Lebih Besar     

    Dalam perkara ini merupakan kaidah dalam agama bahwa menghilangkan kemungkaran tidak boleh dengan mendatangkan kemungkaran yang serupa, apalagi dengan mendatangkan kemungkaran yang lebih besar. Oleh karena itu memerangi Imam atau penguasa yang telah nyata kekufurannya tetap tidak diperbolehkan apabila akan menimbulkan mudhorot yang lebih besar yakni mengakibatkan banyaknya korban harta, darah dan nyawa di pihak kaum muslimin karena kekuatan imam dan pasukannya jauh lebih besar dari pada kaum muslimin. Dan  terlebih-lebih lagi manakala Imam atau penguasa  masih didukung oleh sebagian besar kaum muslimin hal ini akan mengakibatkan pertumpahan darah sesama muslim.
    

Al-Imam Ibnul Qoyiim rohimahulloh dalam hal ini memberikan penjelasan;

"Jika mengingkari kemungkaran terjadinya kemungkaran yang lebih besar darinya dan lebih dibenci Allah SWT dan Rosul-Nya, maka tidak boleh dilakukan walaupun Allah SWTmembenci kemungkaran tersebut dan pelakunya. Hal ini seperti pengingkaran kepada para raja dan penguasa dengan cara memberontak, sungguh yang demikian itu adalah sumber segala kejahatan dan fitnah hingga akhir masa...". (I'lamul Muwaqqi'in, 3/6)

Demikianlah Semoga kita selalu mendapatkan Petunjuk-Nya. Amiin

Wallahu ‘Alam

Sumber : Maktabah Abu Salma
 

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah