Selasa, 27 Maret 2012

7 Ciri Manusia "Berwajah Buruk" Menurut Nabi




SELAIN menyebutkan beberapa kriteria manusia-manusia terbaik menurut pandangan Islam, hadits-hadits Rasulullah ternyata juga menyitir kriteria manusia-manusia terburuk. Tentu saja, maksudnya cukup jelas. Beliau mendorong kita untuk meniru kebaikan kelompok pertama, dan menjauhi keburukan kelompok kedua. Mungkin sudah cukup banyak dikupas tentang siapa saja sebaik-baik manusia (khairun-naas) itu, maka kini giliran kita mengetahui siapa saja seburuk-buruk manusia (syarrun-naas). Mengapa demikian?


Sebab, mengetahui keburukan adalah salah satu cara untuk bisa menghindarinya. Seorang Sahabat Nabi, yaitu Hudzaifah bin Yaman pernah berkata, “Dulu orang-orang bertanya kepada Rasulullah tentang kebaikan, namun saya bertanya kepada beliau tentang keburukan, karena saya khawatir jika terjerumus ke dalamnya.”

Manusia yang mulia menurut penilaian Tuhan Semesta Alam adalah yang paling bertakwa dan paling baik akhlaqnya bukan mereka yang berharta, yang duduk di Istana pemerintahan atau cuman sekedar topeng (kecantikan fisik). Kita sering tertipu oleh kecantikan fisik sehingga kita melalaikan kecantikan batin yang justru merupakan ciri baik buruknya seseorang. Banyak diantara kita yang berwajah rupawan (baca:artis-artis) namun prilakunya tidak bisa mencerminkan kecantikan fisiknya malahan justru sungguh prilakunya menjadi panutan yang rusak bagi masyarakat. 

Tokoh-tokoh publik yang sering muncul di TV ini memang sangat berpengaruh dengan karakter masyarakat karena kebanyakan gaya hidup orang sekarang adalah meniru-niru artis sinetron khususnya kaum ABG yang mentalnya sangat masih labil sehingga apapun yang mereka lihat akan mereka tiru. Alangkah baiknya jika yang mereka lihat itu adalah orang yang sholih sehingga mereka bisa meniru kesalihan orang itu. Tapi kenyataannya justru manusia-manusia berwajah buruk yang bertopeng kecantikan fisik yang jadi panutan. Sehingga tak jarang tindak kriminalitas dan asusila terjadi karena berawal dari nonton sinema di TV lalu meniru penampilan dan kelakuan artis-artis yang merusak moral. Oleh karena itu marilah kita hindari manusia-manusia yang cuman indah fisiknya tapi sebenarnya buruk rupa agar kita tidak mengikuti langkah mereka yang mereka membinasakan.

Jadi, siapa sajakah manusia-manusia terburuk itu, sehingga kita bisa menjauhi prilaku yang mungkar yang dilakukan mereka.

Pertama, orang yang bermuka dua. Rasulullah bersabda, “Kalian akan mendapati seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang bermuka dua. Dia mendatangi kelompok yang ini dengan satu wajah, dan mendatangi kelompok lainnya dengan wajah lain pula.” (Riwayat Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah).

Yang dimaksud “orang bermuka dua” adalah kaum munafik. Dia tidak memiliki pendirian dan keteguhan dalam imannya. Maka, bila berkumpul dengan kaum Muslimin, seolah-olah ia bagian dari mereka. Namun, jika bersama-sama kaum kafir, bisa jadi ia lebih dahsyat kekafirannya dibanding kaum kafir itu sendiri. Padahal, Allah mengancam kaum munafik akan dimasukkan ke dasar neraka yang terdalam.

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيراً
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. an-Nisa’: 145)

Kedua, orang yang ditakuti sesama manusia karena kejahatannya 

Suatu ketika, ada seseorang yang minta izin untuk bertamu kepada Rasulullah. Tatkala melihatnya, beliau berkata, “Izinkah dia masuk. Dia ini seburuk-buruk keturunan – atau: anggota – suatu kabilah!” Tatkala dia telah masuk, ternyata Rasulullah bersikap sangat lembut dan bahkan tertawa-tawa bersamanya. Setelah ia pergi, ‘Aisyah bertanya, “Wahai Rasulullah, Anda telah menyatakan apa yang Anda nyatakan tadi (tentang orang itu), lalu mengapa Anda berbicara secara lemah lembut kepadanya?” Beliau menjawab, “Wahai ‘Aisyah, sungguh manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah adalah seseorang yang ditinggalkan – atau: dijauhi – oleh sesamanya semata-mata mereka takut kepada kejahatannya.” (Riwayat Bukhari-Muslim, dari ‘Aisyah).

Ketiga, orang yang tidak bisa disadarkan oleh pesan-pesan Al-Qur’an. Rasulullah bersabda, “Di antara manusia yang terburuk adalah seorang pendurhaka lagi kurang ajar, yang membaca Kitab Allah namun tidak tersadarkan oleh satu pun darinya.” (Riwayat Ahmad, dengan sanad hasan).
Jadi, apakah yang bisa diharapkan dari seseorang yang tidak mempan oleh nasihat dari Allah? Hatinya telah terkunci mati, sehingga ia akan lebih sesat dibanding seekor hewan ternak sekalipun.

سَاء مَثَلاً الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَأَنفُسَهُمْ كَانُواْ يَظْلِمُونَ
مَن يَهْدِ اللّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَن يُضْلِلْ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُون

“Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat- ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah [583], maka merekalah orang-orang yang merugi.”
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. Kedatangan azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat- ayat-Nya dengan cara istidraj
.” (QS. al-A’raf: 177-179)

أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلاً
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (QS: al-Furqan:44).

Keempat, orang yang mengalami Hari Kiamat dan menjadikan kuburan sebagai masjid. Rasulullah bersabda, “Di antara manusia terburuk adalah mereka yang mendapati Hari Kiamat dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid.” (Riwayat Ibnu Hibban. Isnad-nya hasan).

Hadits ini berhubungan dengan pernyataan beliau lainnya, bahwa Hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali jika sudah tidak ada seorang pun yang menyeru nama Allah di muka bumi. Tentu saja, zaman di mana nama Allah tidak lagi dikenal pastilah merupakan zaman terburuk, dan berisi manusia-manusia terburuk. Adapun menjadikan kuburan sebagai masjid, maka cukup banyak hadits lain yang melarangnya, di antaranya karena hal itu meniru-niru atau menyamai perbuatan kaum Yahudi dan Kristen.

Kelima, orang yang merusak akhiratnya demi meraih dunia milik orang lain.
Rasulullah bersabda, “Di antara orang yang paling buruk kedudukannya pada Hari Kiamat adalah seseorang hamba yang menghancurkan akhiratnya demi merebut dunia milik orang lain.” (Riwayat Ibnu Majah. Menurut al-Bushiri: sanad-nya hasan).

Yang dimaksud adalah orang yang membunuh sesamanya demi merampok hartanya, sehingga karena ambisi dunia itulah dia merebut hak milik orang lain dan menghancurkan akhiratnya sendiri. Atau, dia bersedia membantu orang zhalim demi meraih iming-iming duniawi, sehingga agamanya pun hancur.

Keenam, orang yang panjang umurnya, tapi jelek amal perbuatannya. Abu Bakrah bercerita, bahwa suatu kali seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Orang seperti apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.” Dia bertanya lagi, “Lalu, orang seperti apa yang paling buruk?” Beliau menjawab, “Orang yang panjang umurnya, tapi jelek amal perbuatannya.” (Riwayat Tirmidzi. Hadits shahih li ghairihi).

Ketujuh, orang yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan justru tidak bisa dirasa aman dari keburukannya. Abu Hurairah bercerita, bahwa suatu kali Rasulullah berdiri di dekat beberapa orang yang duduk-duduk, lalu bertanya, “Maukah kalian aku beritahu siapa orang terbaik dibandingkan orang terburuk di antara kalian?” Mereka pun terdiam (tidak menjawab). Beliau mengulangi pertanyaannya tiga kali, lalu ada seseorang yang menjawab, “Mau, wahai Rasulullah. Beritahu kami siapa orang terbaik dibanding orang terburuk di antara kami.” Beliau bersabda, “Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang bisa diharapkan kebaikannya dan dirasa aman dari keburukannya. Sedangkan orang terburuk di antara kalian adalah orang yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan justru tidak bisa dirasa aman dari keburukannya.” (Riwayat Tirmidzi. Hadits hasan-shahih).
Wallahu a’lam.

Penulis : Alimin Mukhtar, seorang guru, tinggal di Malang,Jawa Timur


Refrensi : Hidayatullah.com

MENANTIKAN MASA KHIFALAH TERAKHIR



                                           لَيُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً
فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي
تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ
Dari Abu Umamah Al Bahili dari Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda: “Sungguh ikatan Islam akan terurai simpul demi simpul. Setiap satu simpul terurai maka manusia akan bergantungan pada simpul berikutnya. Yang pertama kali terurai adalah simpul hukum dan yang paling akhir adalah simpul sholat." (HR. AHMAD)




PELAJARAN DARI HADITS :
Hadits nabi Muhammad Shalallahualaihi wa ssalam diatas adalah menyebutkan salah satu tanda-tanda akhir zaman yang berupa mulai memudarnya nilai-nilai Islam ditengah-tengah umat ini. Nabi SAW menjelaskan bahwa pertama kali yang akan memudar / terurai adalah masalah hukum lalu paling akhir adalah masalah sholat. Dalam hal ini jika kita kaitkan dengan kehidupan manusia jaman ini sungguh sangat tepat sekali apa yang dijelaskan nabi Muhammad SAW tersebut. Sejak hukum Islam mulai diabaikan sejak runtuhnya khilafah Islam hingga sampai masa ini (kekosongan khilafah) banyak umat islam yang melalaikan ajaran islam. Kita bisa melihat realitas umat hari ini, dari cara berpakaian yang mencontoh budaya barat sampai gaya hiduppun ikut-ikutan cara mereka sampai tidak bisa membedakan mana orang islam mana orang kafir karena penampilannya dan kelakuannya sama. Saking lalainya terbius oleh gaya hidup kebarat-baratan hingga syari’at yang wajibpun terlalaikan yaitu masalah sholat lima waktu yang banyak sekali umat islam sekarang ini meninggalkannya dan lebih senang kepada kesibukan duniawi yang melalaikan datangnya mati, Naudzubillah tsuma naudzubillah. 

Dan semua itu adalah bermula dari runtuhnya khilafah islam yang menjadi kekuatan untuk menegakkan syari’at islam / hukum islam kemudian merembet keruntuhnya nilai-nilai sosial dan berakhir pada lalainya umat islam akan kewajibannya sebagai seorang muslim. Sehingga kita melihat bobrok dan terhinanya umat islam hari ini adalah karena ketidakpedulian terhadap agamanya sendiri bahkan sampai tingkat kefasikan ada yang mengatakan gaya hidup barat lebih enak dan modern daripada tatacara kehidupan islami, bahkan ada yang mengatakan budaya islam adalah budaya arab kuno yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman karena saking jahilnya mereka kepada ilmu agama, Naudzubillah. Padahal islam sendiri tidak mengajarkan supaya berpenampilan dan bergaya hidup seperti orang arab kuno jahiliyah dahulu yang serba glamour dan rusak moral dan mentalnya, tapi kita hanya diajarkan supaya berpenampilan rapi dan sopan dan bertingkah laku yang baik sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW kepada kita semua agar kita semua menjadi umat yang sejahtera dan damai didunia sampai akhirat. Apakah berpenampilan islami itu harus mencontoh orang arab? Tentu saja tidak tapi yang penting rapi, sopan dan menutup aurot sehingga terhindar dari fitnah-fitnah keji. 

Sebagai akibat dari ketidakpedulian terhadap agamanya, yaitu walaupun jumlah umat islam amat banyak namun bagaikan buih diwaktu banjir yaitu banyak tapi lemah dan mudah dipermainkan oleh musuh, mudah sekali diadu domba karena hanya perpedaan pendapat kecil. Kemudian golongan yang mayoritas ini tunduk kepada kelompok minoritas. Dan akhirnya secara tidak sadar kita telah hidup dalam kekuasaan sistem kafir yang kesemuanya dikendalikan toghut yang serba merusak dan serba tidak adil.
Saudaraku, seiman dan setakwa. Semua ini tak akan berakhir kecuali kita peduli dengan keadaan umat hari ini. Mari kita bertawakal kepada Allah SWT dengan semampu kita mendukung berdirinya kembali sebuah khilafah yang terakhir yang akan menaungi bumi ini dengan kedamaian dan penegakan Hukum Islam yang paling adil.

DAMPAK RUNTUHNYA PEMERINTAHAN ISLAM (KHILAFAH)

Sekitar  1400 tahun yang lalu, telah berdiri sebuah Negara adidaya yang menjadikan aqidah Islam sebagai landasan berdirinya. Sebuah Negara yang mampu menyatukan manusia dalam bingkai ukhuwah atas dasar aqidah, yakni aqidah Islam. Itulah Daulah Islam (Negara Islam), yang diproklamirkan oleh Rasulullah SAW di Madinah Al-Munawarah yang kemudian diteruskan oleh para penerus estafet kepemimpinan kepala Negara tersebut dimulai dari masa Khulafaur Rasyidin hingga runtuhnya pada masa Khilafah Ustmani pada tanggal 3 maret 1924 silam.  

Sejak runtuhnya Khilafah Islam pada 1924 itulah yang mengakibatkan umat Islam yang berjumlah 1,57 milyard hidup dengan kondisi yang memprihatinkan yaitu saling berselisih dan mudah sekali diperalat oleh musuh Islam. Disana sini banyak kejahatan namun tidak bisa ditegakkan keadilan, dunia abad 21 ini layaknya hutan rimba yang mempunyai prinsip hukum siapa yang kuat dia menang yang artinya sama dengan siapa yang lebih banyak harta dan kekuasaan maka dialah yang bisa membeli hukum. Sehingga akibatnya yang rakyat jelata semakin tertindas dan orang klonglomerat semakin jaya saja. Inilah ketidak adilan yang timbul jika dunia sudah dikuasai hukum toghut / hukum iblis yang serba salah dan tidak adil.

Selain itu dampak dari tidak ditegakkannya hukum Allah karena dunia telah dikuasai dengan sistem dajjal maka bukan hanya ketidakadilan yang sulit didapatkan akan tetapi juga kemaksiatan semakin merajalela sulit dikendalikan. Contoh kecil saja dewasa ini kita melihat dari media cetak maupun elektronika dan barangkali anda telah melihat sendiri kejadian-kejadian kemaksiatan yang sudah dianggap “biasa” karena segalanya sudah terbeli dengan uang contohnya perzinaan yang amat meraja lela sekarang ini  sulit sekali diminimalisir karena hukum islam (hukum rajam dan hukum cambuk) untuk pezina tidak ditegakkan bahkan cuman membayar denda kepada pemerintah lalu bebas dan dibiarkan, setelah itu uang dendanya  dimakan sendiri oleh pemerintah bukannya untuk kepentingan umat dan jika yang orang bersalah tidak punya uang untuk menebus kesalahannya paling cuman dipenjara beberapa bulan setelah bebas mungkin pelaku tidak jera dengan maksiatnya kecuali yang telah mendapatkan hidayah-Nya lalu bertobat. 

Nah begitulah gambaran kecil akibat dari tidak ditegakkannya syari’at islam sehingga pelaku maksiat tidak takut dan jera lagi untuk melakukan maksiat itu berulang-ulang sehingga maksiat ini jika dibiarkan akan menjadi hal yang biasa jika dibiarkan maka kiamatlah dunia. Belum lagi dampak dari runtuhnya khilafah (pemerintahan Islam) adalah berdampak bodohnya umat Islam terhadap ilmu agama yang justru merupakan kunci keselamatan hidup sehingga menyebabkan rusaknya akhlaq dan moral generasi muda maupun yang tua, istilahnya “yang muda mabuk-mabukan yang tua rebutan kekuasaan”. Yang lebih memprihatinkan adalah banyak sekali yang pandai dalam bidang ilmu dunia seperti ilmu pengetahuan teknologi dan informasi, kedokteran, sosial dan politik dan lain sebagainya namun tidak mempunyai dasar agama yang kokoh sehingga tidak jarang ilmunya itu untuk “minteri” / membodohi orang lain alias untuk berbuat curang. Bahasa bodohnya dalam bahasa saya (jawa) yaitu “dadi mentri isane mung minteri” artinya jadi wakil rakyat / orang pintar bisanya cuman memperalat rakyat, bukannya malah mangayomi rakyat.

Untuk lebih jelasnya kita akan membahas dampak dari tidak ditegakkannya hukum islam karena runtuhnya pemerintahan islam. Secara garis besar adalah Sebagai berikut ;
Munculnya malapetaka-malapetaka dalam berbagai bidang kehidupan :

A.   Malapetaka Ideologi
Setelah hancurnya Khilafah, Mustafa Kamal dengan tangan besi menjalankan ajaran-ajarannya yang dikenal dengan Kemalisme, yang berisi 6 (enam) sila : republikanisme, nasionalisme, populisme (popular sovereignty), sekularisme, etatisme, dan revolusionisme.[16]
Yang paling kontroversial adalah paham sekularisme yang jelas bertentangan secara frontal dengan Islam. Pengambilan dan penerapan sekularisme inilah yang selanjutnya melahirkan perilaku tasyabbuh bil kuffar (menyerupai orang kafir) di kalangan umat Islam. Inilah malapetaka ideologi yang paling menonjol akibat hancurnya Khilafah.

B. Malapetaka Politik
Setelah hancurnya Khilafah, berbagai malapetaka politik menimpa umat Islam. Yang paling penting adalah :
(1) diterapkannya sistem demokrasi, yang merupakan sistem ketidakadilan dalam memilih pemerintahan
 (2) terpecahbelahnya negeri-negeri muslim berdasar nasionalisme,
(3), para penguasa negeri-negeri Islam didikte oleh negara-negara imperialis-kapitalis,
(4) kekuatan militer di negeri-negeri Islam tunduk kepada kepentingan negara-negara imperialis-kapitalis,
(5) berdirinya negara Israel di tanah rampasan milik umat Islam.

C.  Malapetaka Ekonomi

Hancurnya Khilafah juga mengakibatkan malapetaka-malapetaka di bidang ekonomi. Sesungguhnya malapetaka ekonomi ini sangat banyak ragamnya, namun yang menonjol adalah :
(1)     Penerapan sistem kapitalisme yang ribawi (serba riba) atas umat Islam. Buktinya adalah kita melihat sistem perdagangan yang menggerakkan perekonomian negara kita adalah digerakkan oleh sistem kotor yang serba riba yaitu didanai oleh bank-bank konvensional yang tentu saja investasi barat sehingga sistem ini bukannya mensejahterakan rakyat namun justru semakin mencekik rakyat. Selain dari itu sistem ini mulai merembet ke perdagangan kecil yang mengambil keuntungan dari hasil riba.  Salah satu contohnya adalah jika anda membeli sepeda motor secara kredit akan menjadi lebih mahal jika anda membeli secara kontan dan bukankah selisih harga antara kredit dan kontan itu adalah riba?. Contoh yang lain adalah jika anda meminjam uang kepegadaian dengan menjaminkan sebuah barang semisal HP atau BPKB motor pasti anda waktu mengembalikan akan dikenakan dana sekian persen dari sejumlah uang sewa modal tersebut, bukankah hal ini riba? Dan masih banyak sistem-sistem bisnis yang lain yang berjalan dengan praktek riba. Sungguh jika anda tahu dosa riba paling ringan adalah seperti menzinai ibunya sendiri, lalu bagaimanakah dengan dosa paling berat. Naudzubillah. Sebagaimana hal tersebut sesuai hadits nabi SAW berikut ini :

الرِّبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا، أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ

“Riba itu memiliki 73 pintu. Yang paling ringan (dosanya) adalah seperti seseorang yang mengawini ibunya.”(HR al-Hakim dan al-Baihaqi).

Masihkah anda menyukai mencari nafkah dengan jalan haram yang bernama riba?.

(2)     Perampokan kekayaan alam milik umat Islam oleh kaum penjajah yang kafir. Sehingga umat ini menderita kemiskinan dan kebodohan yang memprihatinkan. Sebagai gambaran,bukankah kita telah melihat indonesia  yang subur makmur ini diekplorasi kekayaan alamnya oleh kaum klonglomerat barat? akan tetapi rakyat sendiri seperti “anak ayam mati dilumbung padi”. Yaitu hidup sengsara, miskin dan bodoh padahal kita hidup dilingkungan yang subur makmur. Kekayaan kita dikuras habis oleh kaum-kaum kafir, tanpa disisakan sedikitpun untuk kita. Belum lagi penguasa dan kaum konglomerat menjadi penindas bagi rakyat jelata bukannya malah melindungi dan menyantuni. Masih ingatkah anda kasus mesuji baru-baru ini itu adalah salah satu contohnya, sampai kapankah ini akan berakhir? Rakyat kecil jadi korban kebuasan penguasa yang menuhankan harta dan jabatan.

D. Malapetaka Peradilan

Walaupun pengambilan berbagai undang-undang dari negara-negara Barat sudah terjadi sebelum runtuhnya Khilafah, namun dengan runtuhnya Khilafah, semakin terbukalah pintu dosa umat Islam untuk mengambil hukum-hukum kufur dari kaum imperialis. Inilah malapetaka peradilan yang menimpa umat akibat runtuhnya Khilafah. Malapetaka di bidang ini yang terpenting adalah :
 (1) Penerapan sistem hukum kufur warisan penjajah dalam peradilan, dan
(2) Penentangan terhadap upaya penerapan hukum Islam.

E. Malapetaka Pendidikan

Pendidikan bukan sekedar media belajar  ilmu pengetahuan, namun juga merupakan alat pembentuk kepribadian, yakni alat pembentuk pola pemikiran dan perasaan, serta pola berperilaku manusia. Maka dari itu, barangsiapa menguasai sistem pendidikan, dia akan dapat mencetak generasi-generasi baru sesuai tujuan pendidikan itu. Jika pendidikan baik dan menerapkan pendidikan sesuai ajaran Nabi maka InsyaAllah akan baiklah hasil peserta didiknya akan tetapi sebaliknya jika pendidikan hanya mengutamakan pendidikan ilmu duniawi semata tapi melalaikan akan ilmu akhirat yang merupakan kunci kebahagiaan hidup dunia sampai akhirat maka kita lihat sendiri hasilnya yang mirip sekali dengan keadaan pendidikan kita saat ini yaitu menghasilkan lulusan serba amburadul dan pola pikir yang acak-acakan, motto hidup adalah hidup untuk uang dan kesenangan sementara, bukan hidup untuk mengabdi pada Ilahi. Dan akhirnya kerusakan moral remaja sampai kriminal tingkat pemerintahan adalah tidak lain juga dipengaruhi oleh baik buruknya pendidikan kita.

Jika dilihat dari pola sistem pendidikan bercorak sekularistik pasca hancurnya Khilafah, adalah sebuah malapetaka yang besar. Malapetaka yang menonjol adalah :
(1) adanya kurikulum dan sistem pendidikan yang mengacu kepada falsafah hidup Barat, yaitu sekularisme, dan
(2) lahirnya generasi-generasi sekularistik hasil sistem pendidikan tersebut.
(3) Meraja lelanya kerusakan moral remaja yang tak terkendali akibat mengabaikan pendidikan islami.

F. Malapetaka Pemikiran

Memang, sebelum runtuhnya Khilafah pemikiran-pemikiran asing sudah mulai menyusup ke tubuh umat akibat ulah negara-negara Barat yang telah melancarkan Perang Pemikiran (Al Ghazw Al Fikri) dan Perang Budaya (Al Ghazw Ats Tsaqafi). Namun setelah runtuhnya Khilafah, serangan pemikiran-pemikiran asing itu semakin menggila. Serangan itu ibarat air bah yang melanda dan menenggelamkan kampung-kampung karena bendungan penahannya telah jebol. Penerapan sistem pendidikan sekularistik, seperti disinggung sebelumnya, turut memperparah malapetaka pemikiran ini.

Malapetaka pemikiran ini antara lain :
(1) Adanya distorsi gambaran Khilafah oleh kaum kafir dan antek-anteknya,
(2) Muncul pemikiran-pemikiran yang menyerang Islam, seperti dialog antar agama, teologi inklusif, dialog Islam-Barat,
(3) Ulama-ulama mengada-adakan “fiqih baru”, seperti fiqhul waqi’, fiqhul muwazanat, fiqhul maslahat, dan sebagainya.
G. Malapetaka Dakwah

Dakwah untuk menyerukan Islam adalah suatu perbuatan yang mulia. Apalagi dakwah untuk mengamalkan Islam secara total dalam wadah negara dan masyarakat Islam. Namun hancurnya Khilafah telah menimbulkan malapetaka untuk kegiatan dakwah ini.
Malapetaka yang menonjol di antaranya :
(1) Dakwah kepada Islam menjadi lebih berat dan sukar karena penerapan Islam dalam kehidupan bernegara tidak ada lagi, dan
(2) Para pejuang dakwah yang hendak mengembalikan Khilafah dicap sebagai penjahat atau teroris.

H. Malapetaka Sosial Budaya

Setelah Khilafah hancur, negeri-negeri Islam beramai-ramai menerapkan sekularisme. Kebebasan (freedom/liberalism) yang merupakan ide cabang dan konsekuensi logis dari sekularisme, menjadi sesuatu yang tak terelakkan lagi. Berbagai sarana dan media digunakan untuk mengekspresikan kebebasan itu. Hal ini pada gilirannya telah merusak moral generasi muda sehingga mereka terjerumus ke dalam berbagai perilaku tatasusila.
Malapetaka sosial ini setidaknya terlihat dari :
 (1) Merajalelanya sarana-sarana kebebasan untuk merusak moral, dan
(2) Lahir generasi bejat moral sebagai akibat sarana-sarana kebebasan gaya Barat tersebut.

Demikianlah uraian singkat tentang beberapa malapetaka yang muncul akibat hancurnya Khilafah. Kiranya yang disebutkan hanyalah contoh, yang sebenarnya hanya secuil saja dari jutaan malapetaka yang terjadi. Namun contoh sedikit ini sesungguhnya lebih dari cukup untuk menyadarkan kita akan besarnya malapetaka yang menimpa umat ini. Ia sudah cukup menyadarkan kita, betapa dosarnya dosa kita di hadapan Allah SWT bila kita hidup tanpa Khilafah.
Benarlah sabda Rasulullah SAW :
“...dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.” (HR. Muslim)
Maka tak ada pilihan lain bagi kita, kecuali harus terus berjuang dengan istiqamah untuk mengembalikan Khilafah di muka bumi. Kita harus terus berjuang, betapa pun beratnya upaya itu, betapa pun banyaknya waktu yang diperlukan, dan betapa pun besarnya pengorbanan yang harus dikeluarkan. Tak ada waktu lagi untuk menimbang-nimbang, sebab pilihannya telah jelas  kehinaan di dunia dan akhirat akibat diinjak-injak sistem kufur seperti sekarang ini, ataukah berjuang demi kemuliaan dan kemenangan di bawah naungan Khilafah, walau pun untuk itu darah harus tertumpah !  
Kita harus berjuang demi tegaknya khilafah terakhir di akhir zaman ini, negara Islam yang kita impi-impikan yang akan menegakkan hukum dengan keadilan dan menjunjung tinggi syariat Islam. Sebuah negara adidaya yang peduli dengan rakyat kecil dan sebuah kekuasaan yang mampu mengubah penderitaan rakyat menjadi kesejahteraan dan kedamaian untuk rakyat.

KHILAFAH TERAKHIR YANG KITA NANTIKAN

Ada satu hadits yang diriwayatkan Iman Ahmad yang sering dijadikan salah satu landasan tegaknya khilafah islamiyah dewasa ini.

Nabi Muhammad saw bersabda, “Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj an-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa raja menggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akan datang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian, datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaaj an-Nubuwwah (Khilafah yang berjalan di atas kenabian). [HR. Imam Ahmad]

Menurut hadits shahih diatas, masa akhir zaman ini terbagi menjadi lima. 
Pertama, masa kenabian, saat Rasulullah masih hidup. 
Kedua, masa Khulafaur Rasyidin, mulai Abubakar, Umar, Usman, dan Ali.
Ketiga, masa raja-raja menggigit (maalikan 'adhan), yaitu masa setelah wafatnya Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu’anhu sampai runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah (1924). 
Keempat, masa maalikan jabariyan (penguasa diktator) yaitu masa kita sekarang. 
Kelima, masa kembalinya sistem khilafah (yang sedang  kita nantikan).

Saat ini kita hidup di masa penguasa diktator, dan sedang gempar-gemparnya. Ummat Islam sedang dalam masa kekalahan. Tetapi itu memang sudah sunatullah, bahwa ada kalanya menang, ada kalanya kalah. Kita pun harus optimis, akan tiba waktunya ummat Islam memperoleh kemenangan. Kelak penguasa diktator itu bisa dikalahkan kaum Muslimin? Begitulah menurut hadits. Kita akan berperang melawan Yahudi, dan Yahudi akan hancur. Yahudi akan diburu sampai manapun, sampai-sampai pohon dan batu pun bicara, "Hai kaum Muslimin, di belakangku ada Yahudi yang bersembunyi!" Kecuali pohon gharqad (semacam kaktus) yang merupakan pohon Yahudi. Jangan heran, sekarang pohon gharqad itu banyak ditanam oleh orang-orang Israel, untuk berlindung dari serangan kaum Muslimin. Yang dimaksud Yahudi itu khusus di Israel atau juga termasuk di Amerika Serikat (AS)? Yang pasti Yahudi Israel. Kalaupun kemudian Yahudi-Amerika pindah ke Israel, wallahu alam. Dan Yahudi yang pindah ke Israel itu berarti menyatakan diri sebagai musuh ummat Islam.

Periode kepemimpinan yang sekarang sedang kita jalani berawal dari runtuhnya Kesultanan Turki Utsmaniyah pada tahun 1924, ketika Turki Utsmaniyah tengah dipimpin oleh Sultan Abdul Majid II. Cukup lama rentang waktu yang dicapai Kesultanan Turki Utsmaniyah sejak menggantikan kekosongan kekhilafahan dari Bani Abbasiyah hingga runtuhnya, adalah selama 630 tahun. Selama masa itulah Kesultanan Turki Utsmaniyah mencapai masa keemasannya. Kesukseskan terbesar kekhalifahan Utsmaniyah diantaranya adalah penaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453. Hal ini mengukuhkan status kesultanan sebagai kekuatan besar di Eropa Tenggara dan Mediterania Timur. Hingga hampir dikatakan, semua kota penting yang sangat terkenal masuk ke dalam wilayah kekhalifahan Utsmaniyah. Pada saat itu seluruh Eropa gentar karena luasnya kekuasaan Kesultanan Turki Utsmaniyah, Raja-raja Eropa saat itu berada dalam jaminan keselamatan yang diberikan kesultanan Turki Utsmaniyah.

Alasan inilah mungkin yang menjadikan raja-raja Eropa menyimpan dendam sekaligus hasrat besar untuk mengalahkan Kesultanan Turki Utsmaniyah. Mereka dengan sabar menunggu kesempatan yang tepat dan berupaya mewujudkannya dengan menyusun rencana yang matang untuk dapat menghancurkannya. Konon untuk menyiapkan dalam penghancurkan Kesultanan Turki Utsmaniyah, sebagian besar bangsa Eropa turut melibatkan para pemikirnya, filosofnya, raja-rajanya, panglima perangnya serta pastur-pastur gerejanya dalam penyusunan rencananya.

Sebab keruntuhan khilafah 

Ada banyak faktor sebenarnya yang menyebabkan keruntuhan Kesultanan Turki Utsmaniyah selain alasan kondisi pemerintahan yang lemah karena merosotnya akhlak para petinggi negara, serangan musuh dari luar serta pemberontakan-pemberontakan dari dalam. Kita kelompokan saja secara umum menjadi dua faktor.

Pertama, faktor eksternal : Kesultanan Turki Utsmaniyah adalah negara yang termasuk kalah perang pada perang dunia pertama. Tentu sebagai negara yang kalah perang, maka negeri itu dengan mudah ditindas, dirampok dan juga diperebutkan wilyahnya oleh para pemangsa dan lawan-lawannya.

Kedua, faktor internal : Penjajahan bangsa Eropa terhadap Turki semakin mendalam manakala sudah berhasil merubah pola pikir generasi muda Turki dengan pola pendidikan barat. Tentu ini semua semata-mata untuk mendapatkan satu tujuan, yaitu sekulerisasi terhadap generasi mudanya. Maka lahirlah kemudian generasi baru yang anti Islam, Islam-phobia, sekuler, liberal dan berpola pikir barat. Mereka inilah yang kemudian didukung oleh Eropa untuk menumbangkan khilafah Islamiyah di Turki. Tercatat tokoh paling dominan yang turut menghancurkan kekhilafahan adalah Mustafa Kemal Ataturk. Sosok inilah pula yang telah berhasil menumbangkan khilafah islamiyah di Turki pada tahun 1924 lewat gerakan Turki Muda.

Dari sinilah umat islam mengalami masa kemunduran, karena tidak lagi memiliki pemimpin yang meneruskan cara kepemimpinan Rasulullah saw, mulailah umat islam memasuki masa kepemimpinan keempat, yaitu masa kepemimpinan dimana sebagian besar umat islam dipimpin oleh raja-raja yang lalim, raja-raja yang memaksakan kehendak.

PASUKAN PANJI HITAM DAN IMAM MAHDI

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu 'anhu:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يُبْعَثَ فِيْهِ رَجُلٌ مِنِّي أَوْ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي، يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي وَاسْمُ أَبِيْهِ اسْمَ أَبِي، يَمْلَأُ اْلأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جُوْرًا وَظُلْمًا

“Andai tak tersisa lagi di dunia kecuali satu hari yang Allah panjangkan hari itu sehingga akan muncul seorang laki-laki dari keturunanku atau dari ahli baitku, yang namanya sama dengan namaku, nama ayahnya sama dengan nama ayahku, (saat itu) bumi dipenuhi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya yang diliputi dengan kelaliman dan kezhaliman.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad)


Pasukan panji hitam adalah sebuah pasukan yang misterius yang amat dinanti-nanti kaum muslimin untuk menegakkan syari’at dimuka bumi setelah Negara islam runtuh oleh antek yahudi hampir seabad yang lalu. Dan sekarang ini kita sedang dalam masa kekosongan khilafah akibatnya Perang akhir zaman, atau Al Malhamah Al Kubro, akan terjadi antara pasukan Al Mahdi yang sering disebut sebagai pasukan panji hitam,  berhadapan dengan pasukan Dajjal yang dibantu sekutu-sekutunya.

Dalam sebuah riwayat tentang Thaifah manshurah disebutkan, Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang berperang di atas kebenaran. Mereka meraih kemenangan atas orang-orang yang memerangi mereka, sampai akhirnya kelompok terakhir mereka memerangi Dajjal.” (HR. Abu Daud: Kitab al-jihad no. 2125, Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1959.)

Riwayat tersebut menjelaskan bahwa di akhir zaman, kelompok Thaifah Manshurah adalah mereka yang bergabung dengan Al-Mahdi untuk memerangi musuh-musuh Islam, dimana Dajjal adalah salah satu yang akan dikalahkan oleh kelompok ini. Parameter kebenaran saat itulah adalah mereka yang bersama Al-Mahdi, sedang mereka yang menolak Al-Mahdi adalah munafik (hal itu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam hadits fitnah duhaima’). Sedangkan kelompok Thaifah Manshurah yang memberikan dukungan kepada Al-Mahdi telah dijelaskan ciri-ciri mereka dalam beberapa riwayat yang kemudian dikenal dengan nama Ashabu Rayati Suud atau Pasukan Panji Hitam dari Khurasan.
Lalu siapakah mereka yang disebut sebagai Pasukan Panji Hitam? Apakah mereka semua itu adalah aktivis jihad global yang tergabung dalam Al Qaeda, dan juga Taliban? Tidak bisa dipungkiri, aktivitas jihad global saat ini yang diprakarsai oleh Al Qaeda dalam melawan hegemoni Amerika, dan antek-anteknya, termasuk kelompok sesat dan pengkhianat Syi’ah telah membuat gentar Barat dan sekutu-sekutu mereka. Cita-cita mereka juga mencengangkan, menegakkan negara Islam, Khilafah Islamiyyah, dari ujung Asia Tenggara hingga barat Maroko.

Mereka adalah kaum Muslimin yang saat ini paling kuat melaksanakan hukum Islam sebagaimana yang pernah berlaku di Madinah pada masa Rasulullah SAW. Merekalah satu-satunya kelompok yang paling mendekati gambaran kehidupan Rasulullah SAW., dan para sahabatnya; beriman, hijrah, perang, mendirikan daulah Islam, melaksanakan semua kewajiban tanpa terkecuali, mendapat boikot dan kecaman internasional, mendapat ujian paling berat dan menyatakan keimanannya, dikepung oleh pasukan ahzab dan banyak lagi sejarah kehidupan generasi assabiqunal awwalun yang hari ini tergambar dalam realitas hidup mereka.

Beberapa analis pemerhati hadits-hadits fitnah menduga; bahwa merekalah yang lebih layak untuk menyandang gelar kehormatan itu (Ath Thoifah Al Manshurah) sesuai dengan beratnya ujian keimanan yang mereka hadapi. Saat ini, Al-Qaeda dan seluruh anasirnya yang sangat komitmen menegakkan semua bentuk syari’at Islam dalam masyarakatnya sangat wajar bila dibenci oleh bangsa Barat. Termasuk sebagian kaum Muslimin yang termakan oleh isu dan propaganda bangsa barat yang dibisikkan Dajjal tentang “kekejian dan kejahatan” mereka.

Padahal, bukan tidak mungkin, tanpa bermaksud memastikan, aktivis jihad global yang dijalankan oleh Al Qaeda dan Mujahidin lainnya tersebutlah yang dimaksud sebagai Pasukan Panji Hitam dari Khurasan, yang dijanjikan kelak akan menjadi pasukannya Al Mahdi, lalu memerangi Dajjal dan para pengikutnya dalam Perang Akhir Zaman (Al Malhamah Al Kubro). 

Akhir kata dari penulis marilah kita dukung pendirian khilafah Islam yang akan menaungi dunia dengan kedamaian dan kejahteraan dengan cara do’a maupun usaha  semampu kita.

Wallahu’alam bis showab!



Refrensi : berbagai sumber.

[HADITS] SUDAH BENARKAH CARA BERDAKWAH ANDA?


إن الرفق لا يكون في شيء إلا زانه. ولا ينزع من شيء إلا شانه
“Sesungguhnya tidaklah kelembutan berada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu kecuali akan merusaknya.” (HR. Muslim 2594)

PELAJARAN DARI HADITS :


Segala puji dan sanjungan hanyalah milik Alloh yang telah menjadikan agama yang agung ini adalah agama yang mudah, sesuai firmannya  Alloh Ta’ala berfirman :

 “Alloh menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian.” (Al-Baqoroh : 185).

Semoga salam dan kesejahteraan senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi yang mulia telah yang menjadikan agama ini sebagai agama kelemahlembutan dan penuh kedamaian. Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam. Maka wahai hamba Alloh, wajib bagi anda untuk berlemah lembut dengan dirinya dan dengan hamba-hamba Alloh Azza wa Jalla lainnya. 

Tidak diragukan lagi, bahwa dakwah adalah salah satu kewajiban terpenting yang diemban oleh kaum muslimin. Bahkan dakwah adalah suatu kebutuhan paling pokok dan lebih pokok dari kebutuhan makanan dan minuman sekalipun. Tanpa adanya dakwah (Nasehat berisi ilmu agama), maka tentulah akan sirna dan pupus agama ini dan hilanglah hikmah Alloh mengutus para Nabi-Nya dan menurunkan kitab suci-Nya. Dan jika demikian manusiapun tak ubahnya hewan buas yang kerjaannya menyibukkan diri dengan menuruti hawa nafsu syahwat yang tidak pernah ada habisnya dan saling bertarung hanya karena berebut tulang (barang sepele) yang mengutamakan sifat iri, dengki, individualisme seperti layaknya kehidupan hewan dialam bebas . Karena agama (islam) manusia jadi mulia karena mencampakkan agama pula manusia bisa lebih rendah kelakuannya daripada hewan.

Dengan dakwah Islam ini, manusia akan terangkat dari kehinaan kebodohan, kemaksiatan dan kekufuran. Dengan dakwah, manusia tercerahkan dari kegelapan menuju cahaya. Dengan dakwah pula, manusia memperoleh kebahagiaan dan kemuliaannya baik di dunia maupun di akhirat.
Allah SWT berfirman : “Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman; dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).” (QS al-Baqoroh : 257)

Namun, dakwah itu haruslah diiringi dengan ilmu dan pengetahuan yang cukup walaupun tidak harus sampai setingkat ustadz atau ulama tapi karena kewajiban dakwah itu adalah  wajib bagi setiap muslim dengan berapapun pengetahuan yang dia miliki asal tahu dasar cara berdakwah yang benar dan ilmu walaupun sedikit namun yang penting shahih / lurus dan benar dan percuma juga / sia-sia orang yang banyak ilmu namun ilmunya itu adalah ilmu yang batil dan sesat apalagi diiringi dakwah yang bertipe penyerang. Tanpa ilmu, maka akan sia-sialah dakwahnya dan bahkan akan lebih memadharatkan ketimbang memberikan manfaat. Seorang da’i yang mengajak dengan kejahilan maka dikhawatirkan ia akan menjadi sesat dan menyesatkan.
Alloh Ta’ala berfirman di dalam Kitab-Nya yang mulia :
“mengikutiku menyeru kepada Alloh kepada hujjah yang nyata.” (QS Yusuf : 108)

Ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi dan orang-orang yang mengikuti beliau berdakwah menyeru kepada Alloh di atas bashiroh (hujjah yang nyata). Demikian pula, dakwah itu haruslah dengan cara yang baik. Dengan cara yang hikmah, santun, lemah lembut dan ramah. Tanpa kelemahlembutan dan akhlak yang baik, niscaya dakwah akan menyebabkan orang lari dari kebenaran yang diserukannya dan bahkan justru mereka akan menjadi benci dari agama yang menjadikan sumber  kemaslahatan umat ini. Sesuai firman-Nya ;
 “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS an-Nahl : 125)

Ayat di atas menunjukkan perintah Alloh untuk berdakwah menyeru manusia kepada jalan Alloh dengan cara yang hikmah / penuh dengan pelajaran dan keteladanan, dengan pelajaran yang baik dan membantah dengan cara yang lebih baik daripada yang mereka ucapkan.
Alloh Jalla wa ’Ala berfirman di dalam Kitab-Nya :
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali ’Imran : 159)

Ayat di atas menunjukkan, bahwa Rasulullah sebagai makhluk yang paling mulia dan paling baik, diberikan rahmat oleh Alloh berupa kelemahlembutan. Yang sekiranya apabila Rasulullah tidak bersikap lemah lembut dan bersikap kaku lagi kasar, niscaya orang-orang akan menjauh dan lari dari diri beliau. Demikianlah, dakwah itu dilaksanakan untuk mengajak dan menyeru manusia kepada kebenaran, bukannya malah menjauhkan mereka dari kebenaran. Dakwah itu ditegakkan untuk mendekatkan manusia kepada kebaikan bukannya malah melarikan mereka dari kebaikan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda kepada Mu’adz dan Abu Musa Radhiyallahu ‘anhuma ketika mengutus keduanya ke Yaman :
“Permudahlah dan janganlah kalian berdua mempersulit, berikanlah berita gembira dan jangan membuat mereka lari.” (Muttafaq ‘alaihi)

Namun sungguh amat disayangkan. Betapa banyak di zaman ini, mereka yang mengaku sebagai orang yang meniti manhaj para Nabi di dalam berdakwah (baca: ahlussunah wal jama’ah), yang mengklaim sebagai orang yang mengikuti manhaj salaf di dalam berdakwah, namun realitanya mereka menyelisihi manhaj para Nabi dan Salaf. Mereka berdakwah dengan sikap keras, kasar, kaku, gegabah, tergesagesa lagi berakhlak buruk. Dakwah mereka dikarakteristiki dengan sikap yang keras terhadap kaum muslimin, tidak mau senyum dan memberikan salam, ataupun menjawab salam mereka. Dakwah mereka dikenal sebagai dakwah yang penuh dengan cercaan, makian, hujatan, umpatan, gunjingan, adu domba, fitnah dan segala keburukan lainnya. Namun ironisnya, mereka mengaku sebagai da’i ahlus sunnah pengikut dakwah salaf shalih (orang-orang shalih terdahulu).

Di zaman ini, dakwah ahlus sunah atau dakwah manhaj nubuwah yang mubarokah ini, dicemari oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang mengkarakteristiki dakwah mereka dengan sifat-sifat buruk sebagaimana tersebut di atas. Dakwah utama mereka bukanlah mengajak ummat kepada Islam yang shahih, kepada Kitabullah yang mulia dan sunnah Nabi yang suci, namun mereka mengajak ummat kepada pertikaian, perselisihan dan permusuhan. Mereka sangat mudah sekali menvonis sesat, bid’ah –bahkan meng-kafirkan- terhadap seudara-saudara mereka sesama muslim yang mereka anggap jatuh kepada kesalahan-kesalahan. Tanpa ada sikap nasehat yang baik terlebih dahulu, tanpa ada kelemahlembutan dan keinginan kuat agar orang-orang yang mereka anggap tersalah ini bisa ruju’ (kembali) kepada kebenaran. Ironisnya, mereka seakan-akan lebih senang dengan ketergelinciran saudara mereka, sehingga dengan demikian mereka dapat menerapkan hobby dan ambisi mereka untuk mencela, mentahdzir, menghajr bahkan mentabdi’. Seakan-akan tidak ada keinginan di benak mereka untuk mengembalikan saudara-saudara mereka seislam kepada kebenaran. Dan akibatnya kita seperti orang yang ribut sendiri sementara musuh-musuh kita (orang kafir) menertawakan kita ditengah keterpurukan dan kebodohan kita. Naudzubillah

Sungguh wahai saudaraku janganlah anda berbuat demikian, yang asal bicara agama tanpa memikirkan akibatnya . Padahal agama ini (islam) adalah agama yang lurus dan haq didalamnya penuh dengan kedamaian dan kesejahteraan yang membimbing  umatnya kedalam kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka janganlah anda membuat islam seakan-akan seperti agama teroris (baca: yahudi cs) yang ajarannya cuman mengumbar anarkisme dan amat meresahkan masyarakat. Janganlah anda membuat orang lari dari Islam, janganlah anda membuat Islam yang diridhoi-Nya ini dianggap sebagai agama yang gemar mencela, anarkisme, dan agama yang paling fanatik sempit.

 Justru yang sebenarnya Islam itu adalah agama rahmatan lil alamin (kasih sayang bagi seluruh alam) bukti kecilnya yaitu jika kita mau menyembelih hewan kita harus menajamkan pisau supaya hewan itu tidak merasa kesakitan yang panjang atau dengan hewan yang kelaparan kita harus memberinya makan. Jika kita punya kelebihan makanan sementara hewan piaraan kita mati kelaparan itu sungguh hal yang dosa besar bahkan dalam satu riwayat hadits disebutkan bahwa orang yang banyak amalnya masuk neraka hanya karena menelantarkan binatang peliharaannya.

Inilah saudaraku dengan hewan saja yang tidak punya akal kita disuruh berakhlaq baik dengannya apalagi dengan manusia yang punya rasa, hati dan akal pikiran yang tentu saja kita harus berakhlaq baik lebih daripada prilaku kita kepada makhluk lainnya. Oleh sebab itu marilah kita pelajari dan ambil hikmah dari pelajaran sejarah Nabi dalam berdakwah khususnya Nabi muhammad SAW dan para sahabatnya yang diridhoi-Nya. Pelajarilah cara Rasulullah SAW berdakwah dan para sahabatnya ra. dalam menegakkan dinul haq ini dan pahami lalu praktekkan Insya Allah dakwah anda berhasil. Sesuai dengan sabda beliau SAW :

“Kamu tidak akan pernah bisa menarik simpati orang lain dengan harta benda yang kamu miliki, tetapi kamu bisa menarik simpati orang lain dengan wajah ceria (senyum) dan dengan akhlak yang baik.” (HR Abu Ya’la dan Al Baihaqi)


Dari hadits diatas dapat kita ambil pelajaran bahwa dakwah kita takkan berhasil jika dakwah kita tidak beres walaupun kita punya banyak harta untuk membiayai dakwah kita. Akan tetapi orang lain akan simpati dengan ajaran Islam ini jika kita berdakwah dengan murah senyuman dan budi pekerti / akhlaq yang mulia.


“BERDAKWAHLAH DENGAN CARA YANG  SYAR’I, JANGAN MEMBUAT ORANG LARI. YAITU DENGAN MENODAINYA DAKWAH ANDA DENGAN KATA-KATA YANG MENYAKITKAN  HATI”. (SYAIR ASHABUL MUSLIMIN)


Wallohul Musta’an.

Minggu, 25 Maret 2012

SIAPAKAH ULAMA PEWARIS NABI ?

Nabi sallallahu alaihi wasallam bersabda :
وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris Nabi-nabi. Dan sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham dan mereka hanya mewariskan ilmu, maka siapa-siapa yang mengambilnya berarti dia telah mengambil bahagian yang sempurna”. 

(Hadits ini shahih, dan Imam Turmuzi, Ibnu Majah juga meriwayatkan Hadits tersebut.)

PELAJARAN DARI HADITS 

Memanglah benar, jika Nabi adalah seorang yang kaya lalu memawariskan uang kepada umatnya maka justru yang ada hanya saling  berselisih dan bunuh-membunuh berebut harta. Apalagi harta itu adalah sifatnya terbatas dan mudah sirna. Jika manusia tidak bisa mengelola dan mengembangkan walaupun itu adalah emas sebesar bumi maka akan habis juga. Maka dari itulah yang Maha Bijaksana memberikan Ilmu kepada Nabi-Nya sebagai warisan untuk umatnya agar menjadi manusia-manusia yang sejahtera dan bahagia tidak saja didunia melainkan juga diakhirat yang kekal. Ilmu bersifat tidak terbatas, dapat dikembangkan dan semakin dipelajari semakin pula menambah keuntungan bagi yang mempelajarinya. Ilmu adalah pedoman petunjuk jalan mana yang baik dan mana yang salah, mana yang merugikan dan mana yang menguntungkan. 

Jika manusia itu tidak mau belajar Ilmu (khususnya ilmu agama) maka tak ubahnya seperti hewan. Kesibukannya hanya untuk muasin perut dan nafsu syahwat. Segala sesuatu yang dia cari bukan untuk yang manfaat tapi malah digunakan untuk yang bersifat madharat. Orang yang bodoh tapi kaya lama-kelamaan hartanya akan habis karena dia tidak bisa mengelola hartanya, tapi orang yang pandai namun dia orang yang kekurangan harta pasti hidupnya serba kecukupan jika dia mau mengembangkan harta yang sedikit itu dengan ilmu sehingga harta itu selalu bertambah karena dia bisa mengelolanya. 

Apalagi orang yang diberi titipan oleh Allah berupa Ilmu agama yang banyak maka sungguh dia adalah orang yang beruntung karena dia adalah orang yang ‘melek ‘tentang apa-apa yang ada di dunia yang hakikatnya semua adalah menipu, menjebak, melalaikan, melenakan, memperdayakan manusia dari kehidupan yang kekal (akhirat). Inilah sifat ulama dia adalah orang yang mengutamakan kehidupan yang sebenarnya daripada kehidupan fana, maka pantaslah jika ulama juga adalah seorang yang berkuasa lagi banyak harta yang bahagia bukan dirinya tapi justru rakyatnya. 

Kita dapat menengok kisah-kisah zaman Rasulullah dan sahabatnya para khulafaurrasyidin yang dirahmati-Nya mereka menjadi seorang pemimpin yang besar namun tidak mempunyai sifat untuk berkuasa dan ingin menang sendiri, apalagi sampai rela menindas rakyatnya hanya untuk kepentingan pribadi semata. Justru jika kita dapat mengambil pelajaran mereka adalah orang-orang yang kehidupannya justru sangat sederhana sampai-sampai orang tidak bisa membedakan mana pemimpin dan mana rakyatnya, karena dari ciri-ciri fisik mereka yang berpakaian lusuh, tidurnya beralas daun,  rumahnya yang sederhana bahkan tak pernah dikawal siapapun waktu dia inspeksi (mengengok) keadaan rakyatnya dan sebagainya. 

Inilah sifat ulama yang sebenarnya yang patut kita jadikan teladan yang sebenarnya. Sangat berbeda sekali dengan pemimpin jaman kita yang waktunya dihabiskan enak-enakan dikursi istana yang empuk dengan jamuan-jamuan makanan yang serba wah serta pakaian-pakaian yang dikenakan serba mahal. Sementara rakyatnya amat menderita kemiskinan yang luar biasa sampai-sampai ada yang tinggal kulit dan tulang. Sungguh jika anda (penguasa) berbuat demikian maka tanggung jawab pemimpin itu tidak gampang ada satu rakyat saja yang kepalaparan sementara anda makan enak sungguh itu dosa yang amat besar karena menyia-nyiakan tanggung jawab.maka sekarang jika anda bisa berpikir karena begitu besarnya amanah yang dipikul, maukah anda jadi seorang presiden atau semacamnya? memang didunia anda seperti raja yang hidupnya serba ada tapi jika anda tidak adil sungguh terlalu berat beban anda diakhirat!.

Demikan tingginya kedudukan ulama’ di dalam Islam mereka mendapatkan kemuliaan yang tinggi disisi Tuhan Semesta Alam karena Allah tidak memandang manusia dari rupanya, banyak hartanya atau jabatannya tapi Allah memandang manusia dari tingkat ketakwaannya. Sehingga Rasulullah sallallahu alaihi wasallam menyembut mereka sebagai pewaris para nabi. Karena ditangan merekalah risalah ini akan menyebar dan akan sampai ke dalam hati-hati hamba Allah. Menyelematkan mereka dari kegelapan jahiliyah dan menuntun ummat menuju jannah. Hidup mereka semata-mata hanya untuk Allah, yaitu untuk menegakkan kebenaran dengan dakwah islam yang lurus mereka habiskan seluruh waktu, kesehatan, harta benda untuk berjuang dijalan yang benar. Maka amat beruntunglah orang yang dekat dengan pewaris nabi (ulama) itu. 

Selain dari yang baik tentu saja ada yang buruk. Begitu juga dengan ulama. Tidak semua ulama itu merupakan pewaris Nabi. Ada sekelompok manusia yang mirip (bertopeng) ulama tapi hakikatnya Cuma penampilan. Mereka adalah manusia-manusia munafiq yang gila harta, cinta dunia dan kedudukan. Ilmu mereka semata-mata hanya untuk mencari kesenangan dunia yang sementara. Sungguh merugilah orang yang seperti ini. Banyak umat tersesat karenanya. Mereka adalah manusia bertipe “penjilat” (baca:anjing) yang merengek-rengek kepada penguasa, apa yang penguasa anggap benar menurut ulama jahat ini juga benar mereka tidak mau ambil pusing entah itu dibenarkan agama atau tidak . Begitu pula penguasa yang bertipe singa (diktator, dan menerapkan hukum rimba) maka jika mereka bersekongkol dengan ulama jahat maka itu maka tidak lain rakyat kecil hanya akan menjadi umpan kebuasan penguasa. Sabda Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam : 

يَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ رِجَالٌ يَخْتَلُونَ الدُّنْيَا بِالدِّينِ يَلْبَسُونَ لِلنَّاسِ جُلُودَ الضَّأْنِ مِنْ اللِّينِ أَلْسِنَتُهُمْ أَحْلَى مِنْ السُّكَّرِ وَقُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الذِّئَابِ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَبِي يَغْتَرُّونَ أَمْ عَلَيَّ يَجْتَرِئُونَ فَبِي حَلَفْتُ لَأَبْعَثَنَّ عَلَى أُولَئِكَ مِنْهُمْ فِتْنَةً تَدَعُ الْحَلِيمَ مِنْهُمْ حَيْرَانًا

“Akan muncul di akhir zaman orang-orang yang mencari dunia dengan agama. Di hadapan manusia mereka memakai baju dari bulu domba untuk memberi kesan kerendahan hati mereka, lisan mereka lebih manis dari gula namun hati mereka adalah hati serigala (sangat menyukai harta dan kedudukan). Alloh berfirman, “Apakah dengan-Ku (kasih dan kesempatan yang Kuberikan) kalian tertipu ataukah kalian berani kepada-Ku. Demi Diriku, Aku bersumpah. Aku akan mengirim bencana dari antara mereka sendiri yang menjadikan orang-orang santun menjadi kebingungan (apalagi selain mereka) sehingga mereka tidak mampu melepaskan diri darinya.” (HR: Tirmidzi)

Memang begitu hebatnya fitnah ulama suu’ ini sampai-sampai orang yang baikpun (ulama) menjadi kebingungan menghadapi manusia seperti itu. Mulutnya memang lebih licin daripada seekor belut mampu mebolak balikkan fakta. Yang baik seakan-akan menjadi dianggap jelek oleh masyarakat awam dan begitu pula yang mungkar pun dianggap sebagai hal yang baik karena kata-kata yang beracun itu benar-benar meluluhkan hati masyarakat sehingga walaupun salah tetap saja banyak yang membela mati-matian. Bahkan orang demikian dianggap waliyullah (wali Allah) oleh pengikutnya, naudzubillah.

Sebagai seorang muslim kita patut waspada memilih ulama sebagai teladan bagi kita karena jika salah pilih maka akan ikut tersesat ke neraka bersama mereka naudzubillah,
 berikut adalah sebagian dari sifat sifat seorang, alim yang menjadi pewaris paranabi dan menjadi pembimbing ummat menuju jalan yang lurus yang patut menjadi teladan bagi kita :

CIRI-CIRI ULAMA PEWARIS NABI 

Berikut  beberapa sifat ulama hakiki yang dimaukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya. Dengan semua ini, jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dengan pakaian mereka padahal tidak pantas memakainya. Semua ini membeberkan hakikat ulama jahat  yang mana mereka bukan sebagai penyandang gelar ini. 

Menurut Imam Ibnu Rajab al-Hambali ciri-ciri ulama yang benar adalah sebagai berikut ;

§  Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.” Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah, 1/177)

§  Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”

§  Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.”

Dari kutipan perkataan Imam Ibnu Rajab diatas adalah paling tidak ciri ulama yang haq adalah tidak pernah bangga dengan sebesar apapun ilmunya dan tidak menginginkan pangkat, jabatan, kedudukan atau pujian.

Secara umum dapat kita lihat ciri –ciri mereka :

Pertama : Mereka menjauhi penguasa dan menjaga diri mereka.

Hudzaifah bin Yaman menasehatkan: “Hindari oleh kalian tempat-tempat fitnah.” Beliau ditanya:”Apa itu tempat-tempat fitnah.”Beliau menjawab:’(tempat- tempat fitnah) adalah pintu-pintu para penguasa. Salah seorang diantara kalian masuk menemui seorang penguasa, lantas dia akan membenarkan penguasa itu dengan dusta dan menyatakan sesuatu yang tidak ada padanya.”

Said bin Musayyib menegaskan:”Jika kamu melihat seorang alim bergaul
dengan penguasa, maka hati-hatilah darinya karena sesungguhnya dia adalah pencuri.”

Sebagian Salaf menjelaskan:”Sesungguhnya tidaklah kamu mendapatkan
sesuatu kehidupan dunia (dari para penguasa) melainkan mereka telah memperoleh dari agamamu sesuatu yang lebih berharga darinya.”

Betapa banyak kita saksikan para ulama’ yang menjadi teman dekat para penguasa telah merubah hukum dan aturan-aturan Islam. Yang halal diharamkan, sebaliknya yang haram dihalalkan. Apalagi yang muncul di tv-tv mereka lebih mengedepankan dakwah yang isinya cenderung memberikan manfaat kepada sistem politik para penguasa.

Kedua : Mereka tidak terburu-buru dalam berfatwa (sehingga mereka tidak berfatwa kecuali setelah menyakini kebenarannya).

Adalah para Salaf saling menolak untuk berfatwa sampai pertanyaan kembali lagi kepada orang yang pertama (di tanya). Abdurrahman bin Abi Laila menceritakan kisahnya: Aku pernah mendapati di masjid (nabi) ini 120 orang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka saat ditanya tentang suatu hadits atau fatwa melainkan dia ingin saudaranya (dari kalangan shahabat yang lain) yang menjawabnya. Kemudian tibalah masa pengangkatan kaum-kaum yang mengaku berilmu saat ini. Mereka bersegera menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kalau seandainya pertanyaan ini dihadapkan kepada Umar bin Khattab, niscaya beliau mengumpulkan ahli Badar untuk di ajak bermusyawarah dalam menjawabnya.

Sedangkan hari ini kita lihat bersama. Semua orang gampang untuk berfatwa. Bahkan mereka tidak segan menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mereka ketahui karena malu pamor mereka turun. Persisi keadaan kita hari ini dengan sebuah hadist nabi sallallahu alaihiwasallam :

 “Sesungguhnya Allah tidaklah mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba. Namun Allah akan mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Hingga bila tidak tersisa seorang pun ulama, manusia mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Mereka ditanya lalu berfatwa tanpa ilmu. Mereka pun sesat dan menyesatkan (orang lain)
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy 1/163-164 dan Muslim no. 2673.]

Ketiga : mengamalkan ilmunya.

Seorang yang berilmu tapi tidak mau mengamalkan seperti orang-orang yahudi. Sebaliknya, beramal tanpa ilmu adalam menyerupai orang-orang nasrani. Kita diajarkan oleh Allah Ta’ala untuk selalu berdo’a dalam shalat kita :

اهدِنَا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. [ Al Fatihah 6 – 7 ].

Seorang ulama’ tidak hanya dilihat omongannya. Tetapi yang lebih diperhatikan oleh para muridnya adalah perbuatannya. Apa artinya omongan yang lantang dan tegas serta memukau akan tetapi amalannya jauh dari apa yang disampaikan.

Sahabat ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Sesungguhnya manusia semua pandai bicara, maka barangsiapa ucapannya sesuai dengan perbuatannya, itulah orang yang mendapatkan bagiannya, dan barangsiapa perbuatannya menyalahi ucapannya maka sesungguhnya ia sedang mencaci dirinya.” [Jami’ bayanil ‘ilmi 1/696]

Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata: “Engkau tidak akan menjadi seorang alim hingga engkau menjadi orang yang belajar. Dan engkau tidak dianggap alim tentang suatu ilmu, sampai engkau mengamalkannya.”
Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Seorang alim senantiasa dalam keadaan bodoh hingga dia mengamalkan ilmunya. Bila dia sudah mengamalkannya, barulah dia menjadi alim.” (Diambil dari ‘Awa’iq Ath-Thalab, hal. 17-18)

Semoga Allah senantiasa memberikan pada kita kekuatan untuk biasa memilih para ulama’ yang baik. Dan jika kita hari ini Allah takdirkan menjadi seorang guru ataupun ustadz dan juga ulama’, kita berusaha untuk memenuhi sifat-sifat tersebut.

Demikian kajian yang kami sampaikan. Ada benarnya datangnya dari Allah Ta’ala, dan jika ada salahnya datangnya dari saya karena bisikan syaitan yang terlaknat. 

Semoga bermanfaat, amien

Refrensi :
An-najah.net
Darussalaf.or.id