Minggu, 15 April 2012

Hakikat Tujuan Hidup Seorang Muslim Di Dunia Ini

-->بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Tujuan Hidup Seorang Muslim


Tujuan Hidup. Dua kata ini memang singkat tapi dua kata ini adalah kata yang paling berpengaruh dalam pola kehidupan seseorang dari dia lahir sampai meninggal. Manusia hidup tentu saja mempunyai tujuan. Jika seorang manusia sudah tak punya tujuan hidup maka mati lebih baik baginya. Karena hidupnya pasti akan menderita serba terombang-ambing oleh semua ketidak pastian yang akan terus datang menghampirinya. Manusia yang tidak punya tujuan hidup layaknya sampah ditengah lautan yang terombang ambing oleh ombak kesana dan kemari tak jelas arahnya. Artinya jika manusia tak punya tujuan hidup maka pastilah menjadi manusia yang mudah dipermainkan oleh orang lain, terutama oleh setan-setan terkutuk yang nampak maupun tak nampak mata yang tujuan setan itu sendiri adalah menjerumuskan manusia kedalam kesengsaraan dan kebinasaan tanpa ujung. Apalagi sebagai seorang muslim harus mempunyai tujuan yang jelas dan paten agar selamat didunia dan diakhirat. Jangan sampai seorang muslim salah tujuan hidupnya karena bisa berakibat fatal dunia akhirat. Maka dari itu dalam kajian kali ini kita akan membahas dua kata yaitu “tujuan hidup”.
Seringkali kita mendengar orang bertanya-tanya sendiri “apa to tujuan kita hidup di dunia ini ?”. Kata ini adalah yang sering muncul ketika manusia sudah mulai merenung karena pikirannya dilanda stress dan badannya terlalu kecapekan mengurusi kesibukan dunianya. Kadang juga pertanyaan ini sering muncul tiba-tiba ketika orang itu sudah bosan dengan kesibukan hidupnya ternyata yang selama ini mereka cari-cari tidak juga mendatangkan kebahagiaan batin dan dhohirnya.  Bicara tentang tujuan hidup kadang manusia sering mengartikannya sebagai sebuah cita-cita dunia yang berkeinginan menggapai cita-cita setinggi langit untuk menjadi seorang yang sukses dan banyak harta lalu hidupnya serba kecukupan dan serba ada. Namun sering juga kita melihat dan mendengar orang-orang konglomerat yang hidupnya serba sukses dan serba kaya akan harta benda, beli apa aja bisa namun justru hidupnya stress bahkan sampai bunuh diri.
Kenapa terjadi? Nah, hal itu tidak lain tidak bukan adalah karena SALAH MENENTUKAN TUJUAN HIDUP. Karena tujuan manusia hidup pasti ingin bahagia, namun bahagia bukanlah sebuah barang dagangan yang bisa dibeli dengan harta sebanyak-apapun. Kebahagiaan adalah karunia Allah yang terbesar yang menjadikan jiwa manusia merasakan kedamaian dan ketenangan. Oleh karena itu bahagia tidak bisa diukur dari jumlah harta, status sosial atau bahkan cuman karena kecantikan dan ketampanan. Oleh karena itu kita malah sering melihat orang yang dari segi materi serba kekurangan namun sepertinya didalam raut muka mereka tidak menampakkan kesedihan sedikitpun dan ada pula yang hidupnya serba kecukupan namun dari wajahnya hanya nampak kecemasan dan kesedihan bahkan banyak pula yang nekad mengakhiri hidupnya dengan cara yang tidak wajar.
Kalau kita membahas tujuan hidup seorang muslim, maka tentu saja berbeda tujuan hidup dengan orang kafir. Kalau kita melihat gaya kehidupan orang barat yang serba glamour dan wah, serta kehidupan malam yang serba memperturutkan syahwat inilah tujuan hidup mereka hidup. Tentu saja hal itu sangat bertentangan dengan cara kehidupan sebagai seorang muslim yang lebih mengutamakan kesenangan akhirat daripada duniawiah. Secara pemikiran sederhana manusia didunia ini adalah ibarat menanam bibit tanaman, lalu dia akan memanen hasilnya dikehidupan sesudah mati (akhirat). Jika di Dunia manusia selalu rajin “menanam” amal baik maka balasannya di Akhirat adalah kebahagiaan yang kekal begitu juga dengan manusia yang rajin “menanam” amal jelek maka di Akhirat adalah kesengsaraan yang kekal sebagai balasannya.
Kami disini tidak akan panjang lebar menjelaskan mengenai tujuan hidup manusia seperti yang dicetak dalam buku atau cerita novel-novel yang tebalnya sampai seribu halaman lebih. Tapi disini kita hanya akan menjabarkan secara pokok agar secara praktis kita langsung paham apa yang menjadi tujuan hidup kita sebagai seorang muslim :
TUJUAN HIDUP SEORANG MUSLIM HIDUP DI DUNIA
Secara garis besar tujuan manusia hidup di Dunia ini adalah ;
Pertama, Beribadah kepada Allah Ta’ala (merealisasikan Tauhid).
Alam semesta yang serba besar dan indah beserta isinya ini tidaklah diciptakan secara sia-sia namun hakikat sebenarnya adalah ada hikmah dibalik semua penciptaan, sebagaimana yang dikemukakan orang-orang kafir yang selalu berpikir menggunakan hawa nafsunya tidak mau berpikir dengan akal dan menganut Tuhannya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di antara keduanya ini untuk kesia-siaan. Itu adalah persangkaan orang-orang kafir saja, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk ke dalam neraka.” (QS. Shaad: 27)
Begitu juga dengan penciptaan manusia dan juga jin. Ternyata jika kita mempelajari al-Qur’an yang merupakan sebenar-benar perkataan dan sebenar-benar pedoman hidup sebenarnya tujuan Allah Ta’ala menciptakan kita semua adalah untuk beribadah (menyembah) kepada-Nya. Sebagaimana dalam Firman Allah ta’ala (yang artinya), 
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. adz-Dzariyat: 56).
Dan Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Sesungguhnya sholat dan sembelihanku, hidup dan matiku, adalah untuk Allah Rabb semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya, dengan itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang pertama-tama berserah diri (kepada Allah).” (QS. al-An’am: 162-163).
Oleh segala sesuatu milik kita dari lahir sampai mati adalah milik Allah semata, maka segala sesuatu yang “dititipkan” Allah berupa kehidupan, kesehatan, harta benda akan dimintai pertanggung jawaban diakhirat kelak. 
Dan yang merupakan hambatan terbesar dalam tujuan hidup ini adalah kesyirikan. Syirik adalah lawan dari Tauhid. Baik itu syirik besar yang membuat prilakunya murtad maupun syirik kecil yang mengakibatkan hilangnya pahala amal. Dalam satu hadits Nabi Muhammad SAW bersabda ;
“Dua yang paling utama yaitu iman kepada Allah dan berguna bagi kaum muslimin. Dua yang paling buruk yaitu menyekutukan Allah dan membahayakan kaum muslimin.” (alhadits)
Iman kepada Allah dan Meng-Esakan-Nya merupakan hakikat yang paling benar dari tujuan diciptakannya manusia. Dengan iman dan tauhid tata kehidupan dibersihkan dari berbagai jenis keraguan yang menyangkut trandensi Tuhan dan keesaan-Nya; yang menyangkut tujuan hidup dan identitas peradaban; dan yang menyangkut seluruh nilai-nilai kehidupan. Sedangkan syirik (menyekutukan Allah) dan segala derifasinya merupakan refleksi dari kekacauan pandangan dan anggapan tentang Tuhan dan alam. Kekacauan persepsi tentang dua realitas yang sama sekali mutlak berbeda dalam wujud atau eksistensinya yaitu Tuhan dan bukan Tuhan (Khalik dan makhluk). 

Syirik merupakan sebuah konsep yang mencoba menyatukan atau menyamakan, memasukan, dan bahkan mengacaukan dua realitas yang mutlak berbeda itu. Maka secara obyektif syirik diartikan menuhankan sesuatu yang bukan Allah, dan secara subyektif diartikan memberikan kekuasaan-kekuasaan (otoritas) dan kualitas-kualitas setengah tuhan kepada benda, para pendeta, atau para pemimpin sekuler untuk mengatur segala urusan. Dalam Islam, pengetahuan dan tindakan syirik merupakan bentuk kezhaliman terbesar yang implikasi buruknya sangat luas. Dalam al-Qur’an disebutkan ;
"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) karena sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS, Luqman [31]: 13).

Secara psikologis syirik hanya akan membiakkan kebimbangan, kegelisahan, dan tragedi kemanusiaan. Firman Allah :

"Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim." (QS, Ali 'Imran [3]: 151).

Sedangkan kezhaliman itu adalah kegelapan yang akan meneggelamkan seluruh tatanan yang berakibat membiaknya kerusakan, anarkhisme, dan kekacauan. Oleh sebab itu Imam Ghazali memandang syirik sebagai penyakit hati yang paling buruk. Implikasinya sangat serius bagi kehidupan manusia itu sendiri, baik kehidupan di dunia sekarang ini lebih-lebih bagi kehidupan di akhiratnya nanti.  Sepanjang sejarah manusia kezhaliman terbukti menyeret seluruh kehidupan manusia ke dalam lorong-lorong kegelapan yang mengerikan. Fitnah dan kesengsaraan yang ditimbulkannya tidak hanya menimpa pelaku kezhaliman melainkan juga orang-orang yang tidak melakukannya. 

Oleh karena itu tidak syak lagi syirik ini disebut sebagai perbuatan dosa paling besar diantara yang paling besar dan bahkan azab dan cobaan bertubi-tubi menimpa manusia tidak lain adalah karena dosa syirik. Azab yang ditimbulkan pun tidak hanya menimpa pelaku syirik tapi juga orang-orang disekitarnya walaupun tidak terlibat perbuatan dosa namun tidak berusaha mencegahnya. Allah berfirman : 


"Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya." (QS, al-Anfal [8]: 25). 

Saking beratnya dosa syirik Rasulullah menyebutkan bahwa syirik adalah ibarat kegelapan yang paling gelap dan diselimuti kegelapan. Bisakah kita membayangkannya? "Jauhilah syirik karena syirik itu kegelapan yang berlapis-lapis di hari Kiamat." (HR. Bukhari).



Kedua, Memperoleh Ridha Allah SWT

Tujuan hidup seorang Muslim adalah memperoleh ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan memasuki surga-Nya. Oleh karena itu ibadah yang bertujuan untuk mencari selain Ridha-Nya maka sia-sia segala yang dia perbuat, Naudzubillah. 
Dr. Shalih bin Sa’ad As-Syuhaimy menyebutkan  syarat pertama diterimanya suatu amalan, yaitu syarat ikhlas karena Allah ta’ala. Maksudnya adalah seseorang hanya mengharapkan ridho Allah dari setiap amalannya, bersih dari penyakit riya’ (ingin dilihat orang lain) dan sum’ah (ingin didengar orang lain), tidak mencari pujian dan balasan melainkan hanya dari-Nya. Pendek kata seluruh amalan yang ia kerjakan hanya ditujukan kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata, dan ini merupakan inti ajaran aqidah yang dibawa oleh seluruh nabi dan rasul. 
Adapun tujuan hidup orang kafir hanya untuk memenuhi syahwatul bathn (syahwat perut) dan syahwatul farj (syahwat seks). Maka, aktivitas hidupnya pun hanya untuk memburu sesuatu yang menyenangkan sesaat, tapi hakikatnya kesengsaraan dhohir dan batin yang kekal sehingga pada akhirnya penyesalan tidak berguna.
Firman Allah SWT :
“Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” (QS. Al Ghasyiyah: 1-7)

Inilah hakikat dunia ini. Segalanya memperdayakan dan segalanya menyibukkan dengan urusan-urusan yang tidak ada habisnya namun tiada berguna dan tiada membuat bahagia. Jika manusia menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya maka akan sia-sia segala yang diusahakan. Bekerja keras berangkat pagi pulang malam sampai badan sakit-sakitan. Hal itu mereka lakukan demi menumpuk-numpuk harta dan saling berlomba dalam kemegahan dunia. Begitu seterusnya jika diteruskan sampai maut menjemput. Namun ternyata hal itu membuat manusia lupa amanah untuk apa dan siapa dia diciptakan. 

Manusia yang telah tersibukan oleh dunia akan lalai ibadah yang merupakan kewajiban utama sebagai hamba Allah. Dan manusia juga akan lupa bahwa dirinya adalah pemimpin dirinya sendiri, dalam rumah tangga untuk anak dan istrinya, dan orang-orang sekitarnya. Padahal tak ada pemimpin yang lalai akan kewajiban melainkan berakibat kacau balaunya sebuah sistem kehidupan. Pemimpin yang lalai akan kewajiban akan membuat bercerai berainya orang-orang yang dipimpinnya. Lalu akibat  yang terjadi adalah entah itu dia kehilangan jati dirinya sebagai manusia, atau bercerai dengan keluarga, dan dikucilkan masyarakat, dan belum lagi azab diakhirat.

Akhirnya tak ada balasan untuk manusia yang telah dilalaikan dunia melainkan kesengsaraan abadi karena segala kesibukannya  didunia telah melalaikan dari belajar agama yang merupakan kunci kebahagiaan, lupa beribadah,  dan telah mencerai beraikan kebahagiaan keluarga  dan lebih lagi di akhiratnya. Maka sungguh merugilah orang yang seperti itu. Naudzubillah. Semoga Allah melindungi kita dari tipu daya duniawi.

Ketiga, Menjadi manusia yang berguna bagi orang lainnya

Allah Berfirman :
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya “...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (Al-Maidah[5] ayat 2)

Ayat diatas adalah pelajaran bagi kita supaya kita itu saling menolong dengan yang lain dalam kebaikan yang merupakan tujuan kita diciptakan. Sehingga tujuan hidup seorang muslim yang ketiga adalah menjadi layaknya tabiat manusia sejak awal penciptaan. Yaitu sebagai makhluk sosial yang saling membantu satu sama lain dan saling bahu-membahu supaya tercipta kehidupan yang harmonis. menurut Ibnu Khaldun hal itu mengandung makna bahwa manusia tidak bisa hidup sendirian dan keberadaannya tidak akan terwujud kecuali dengan kehidupan bersama. Oleh karena itu manusia tidak bisa hidup sendirian. Jadi sifat individualisme,  materialisme dan modernisme yang diagung-agungkan oleh orang barat yang sudah mewabah dilingkungan perkotaan dan menjadi tren bagi kalangan remaja sekarang ini yang mengidolakan artis daripada nabinya dan lebih suka gaya hidup orang barat yang amburadul daripada budaya Islam yang luhur. Hal itu sama sekali sangat bertentangan dengan fitrah (tabiat) manusia sejak dia diciptakan. Akibatnya akan terjadi kerusakan moral, perselisihan sampai berujung penindasan dan pembunuhan yang tidak akan pernah selesai selama sifat jelek itu masih menempel dipikiran manusia. 
Oleh karena itu Islam datang agar sifat kebersamaan yang menjadi bawaan itu, dalam penyalurannya, memiliki tujuan yang sama. Memang benar, sasaran pertama Islam adalah perbaikan individu-individu. Tetapi sasaran utamanya adalah agar individu-individu itu masing-masing menjadi khalifah (wakil Allah), pencipta kedamaian dan kebersamaan. Jika tugas kekhalifahan ini gagal dilaksanakan dengan alasan yang sangat individual, maka itu sama saja memberi umpan kepada tudingan Karl Marx, tokoh komunisme asal Jerman, bahwa agama itu memang candu, membuat penganutnya merasa puas dan tenang dengan amalan-amalan pribadinya. Padahal untuk menjadi insan kamil (manusia yang sempurna) yang di akhirat kelak diberi hak menempati tempat terindah yaitu surga, Allah memberi jalan bukan hanya iman dan takwa, tapi juga amal saleh, yang akan dibalas dengan surganya sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 82

وَا لَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.”
Dalam banyak ayat Alquran, kata-kata iman dengan berbagai derivasinya seringkali dikaitkan dengan kata amal saleh. Iman adalah hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya, sedangkan amal saleh adalah hubungan vertikal dengan Tuhan sekaligus hubungan horizontal dengan sesama manusia bahkan sesama makhluk di bumi ini. Rasulullah saw adalah manusia yang memiliki tingkat ketakwaan dan keteladanan sosial paling tinggi. Keteladanan sosial ini menjadi pendekatan terhadap masyarakatnya dan merupakan kunci keberhasilan dalam mengemban risalah kenabiannya.

Rasulullah telah memberikan banyak contoh tentang indahnya berbagi kepada umatnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzarr r.a., dia berkata, "Rasulullah saw bersabda, "Wahai Abu Dzarr, jika engkau memasak sayuran, perbanyaklah air (kuah)nya dan bagikanlah kepada tetangga-tetanggamu."  (H.R. Muslim). 

Dalam hadits lain disebutkan, "Tidak beriman kepada-Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan di sampingnya dan dia mengetahuinya." (H.R. Bukhori).

Dalam kedua hadits tersebut Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk tidak pelit dan kikir kepada orang lain (tetangga) tanpa memilah dan membedakan apakah mereka itu muslim atau bukan. Al-Hafizh ibn Hajar berkata, "Kata tetangga mencakup orang muslim dan kafir, orang taat beribadah dan orang fasik, teman dan musuh, orang asing dan pribumi, orang baik dan orang jahat, kerabat dan bukan kerabat, yang paling berdekatan rumahnya dan yang berjauhan."

Itulah keteladanan sosial yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Untuk itu, hendaknya pengkajian keislaman tidak berhenti pada tataran ilmu pengetahuan, namun diaplikasikan dalam wujud yang nyata, sehingga kemaslahatan umat dapat dicapai sebagaimana amanah dari Sang Pencipta.

Keempat,  Mengutamakan kehidupan Akhirat daripada dunia.

Yang terakhir adalah tujuan akhir kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk kebahagiaan kekal diakhirat (surga) sebagai balasan dari Allah  bagi orang yang bertakwa. Maka tak sepantasnya sebagai seorang mukmin berlomba-lomba dalam kesibukan dunia namun lalai akan akhirat. Tetapi seorang muslim adalah orang yang bersusah payah mencari dunia untuk membeli akhirat bukannya malah sebaliknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 “Barangiapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya maka Allah akan mencerai beraikan urusannya, dan menjadikan kefakiran di pelupuk matanya, dan dunia tidak akan datang kepadanya melainkan apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang akhirat menjadi tujuannya maka Allah akan menyatukan urusannya, dan menjadikan berkecukupan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan tunduk.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, no. 3313 dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shohiihah, no. 950)
Oleh karena kita hidup didunia ini sangat singkat, lalu Rasulullah memberi nasehat kepada kita supaya tidak menunda-nunda amal. Apalagi kita tidak tahu kapan maut menjemput kita. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, ia berkata : 

“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam memegang pundakku, lalu bersabda : Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara. Lalu Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata : “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati”.[HR. Bukhari]
 
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam menganjurkan untuk meniru perilaku orang asing, karena orang asing yang baru tiba di suatu negeri tidaklah mau berlomba di tempat yang disinggahinya dengan penghuninya dan tidak ingin mengejutkan orang lain dengan melakukan hal-hal yang menyalahi kebiasaan mereka misalnya dalam cara berpakaian, dan tidak pula menginginkan perselisihan dengan mereka. Begitu pula para pengembara tidak mau membuat rumah atau tidak pula mau membuat permusuhan dengan orang lain, karena ia menyadari bahwa dia tinggal bersama mereka hanya beberapa hari. Keadaan orang merantau dan pengembara semacam ini dianjurkan untuk menjadi sikap seorang mukmin ketika hidup di dunia, karena dunia bukan merupakan tanah air bagi dirinya, juga karena dunia membatasi dirinya dari negerinya yang sebenarnya dan menjadi tabir antara dirinya dengan tempat tinggalnya yang abadi. Begitulah nasehat dari sebaik-baik manusia yang pernah ada tentang hakikat kehidupan dunia yang sementara ini.

Ingatlah juga kata pepatah hakikat dunia ini supaya kita menjadi orang yang sabar dalam menjalani hidup ini. “BERSAKIT-SAKIT SEMENTARA BAHAGIA KEKAL KEMUDIAN”. Oleh karena itu, bisa dibilang mengingat kematian dan hari kiamat merupakan motivasi yang terbaik untuk beramal sholih. Sabda nabi saw Cukuplah maut sebagai pelajaran (terbaik) dan keyakinan (keimanan) sebagai kekayaan (terbanyak). (HR. Ath-Thabrani)

Kita memohon kepada Allah semoga kita dirahmati dan dijadikan orang mempunyai tujuan hidup yang lurus sehingga terhindar dari segala yang akan mencelakakan kita, amiien Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Dermawan, Maha Pemurah, Maha Pengampun dan Maha Belaskasih.

Wallahu a’lam
Refrensi :
-          Al-Qur’an
-          Shahih Bukhori
-          Hadits Arbain Nawawi
-          Berbagai sumber



1 komentar:

riza pratama mengatakan...

jazakallah sangat bermanfaat, maaf mhn ada tugas kami ingin artikel ini e mail saya rizapratamapai12c@gmail.com

Posting Komentar

silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah