Rabu, 11 September 2013

Memaknai Musibah Dengan Kesabaran

Oleh Syarifah SPd*

Hari berganti hari, masa berganti masa detik berganti detik. Hidup
adalah sebuah ketidak pastian, namun perpindahan adalah suatu hal yang
pasti. Cobaan datang mendera bertubi tubi, entah itu nikmat atau
musibah. Semua adalah sepaket ujian yang telah Allah siapkan untuk
kita sebagai fitrah kita manusia.

Bila dianalogikan layaknya sebuah baja. Agar menjadi baja yang bagus
dan bernilai pun harus ditempa dan di panaskan berkali kali agar
menjadi besi yang amat berharga dan bernilai jual. Begitu pula kita,
manusia, perlu di uji berkali kali agar mental menjadi lebih kuat dan
derajat kita semakin meningkat di sisi Allah SWT.

Mukmin yang kuat, tak akan terpental hanya karena pukulan badai hidup
yang menyerangnya. Ia akan segera bangkit dari keterpurukan nya dan
belajar untuk memperbaiki dan belajar dari kesalahan yang di alaminya.

Kasih sayang Allah tidak selalu berwujud kesenangan, melimpahnya
harta, tercapainya segala keinginan, dan jauh dari berbagai musibah.
Justru bisa jadi sebaliknya. Orang yang mendapatkan berbagai
kesenangan itulah yang tidak dicintai-Nya. Orang tersebut dibiarkan
tenggelam dalam kesenangan dunia sampai tiba ajalnya. Pada saat itu
semua kesenangan dicabut dan diganti dengan berbagai siksa yang
mengerikan, baik ketika di kubur, di padang mahsyar, maupun di neraka.

Jangan mengira pula bahwa nikmat yang di peroleh para pelaku maksiat
yang terus menerus tanpa musibah itu adalah rahmat dari Allah, bisa
jadi itu tipu daya Allah. Bisa jadi itu istidraj, dimana Allah
membiarkan hambanya memperoleh segala yang ia kehendaki sementara
adzab yang nyata telah menanti di akhirat kelak.

Sungguh celaka orang yang bermain main dengan larangan Allah. Ia larut
dan terlena oleh nikmat dunia yang menipu lagi menjerumuskan. Sungguh
beruntunglah orang orang yang bersabar menerima musibah dan memahami
hakikat bahwa musibah itu pada dasarnya adalah sebuah proses untuk
menghapuskan dosa dosanya.

"Apabila Allah menghendaki hamba-Nya mendapatkan kebaikan maka Allah
segerakan baginya hukuman di dunia. Dan apabila Allah menghendaki
keburukan untuknya maka Allah akan menahan hukumannya sampai akan
disempurnakan balasannya kelak di hari kiamat." (Terjemah hadits
riwayat Muslim)

Setiap musibah sudah digariskan dan ditentukan oleh sang Pencipta
yaitu Allah SWT. Manusia tidak akan pernah tahu kapan ajal akan
menjemput karena itu merupakan sebuah ketetapan dari Allah yang tiada
mengetahui kecuali Allah semata.

Adakalanya musibah merupakan sebuah ujian dari Allah SWT dan
adakalanya pula musibah tersebut merupakan teguran atau bahkan
laknat/adzab dari Allah SWT. Musibah bisa menjadi peluang koreksi
batin. Boleh jadi kesulitan itu bersumber dari diri sendiri. Kita
sendiri yang mengundang permasalahan. Dosa-dosa menutup kita dari
kasih sayang Allah. Kesalahan-kesalahan yang kita perbuat baik
terhadap Allah maupun terhadap manusia.

Musibah kadang datang untuk memperingatkan kita, sedikit mencubit
kita, agar segera tersadar dan kembali ke jalan Allah setelah beberapa
waktu tersesat. Awalnya hanya cubitan kecil. Jika kita tidak juga
merasa, kemudian diingatkan dengan dipukul sedikit keras.

Jika tidak terasa juga kemudian dipukul dengan tenaga yang lebih
besar. Bukankah kadang seseorang harus disentak atau ditendang agar
tidak terperosok ke dalam jurang yang dalam. Karena toh sakit akibat
jatuh ke dalam jurang jauh lebih fatal dibanding sakit akibat
ditendang atau disentak untuk mengingatkan, membuat kita bertafakkur,
mengistirahatkan hati sejenak dan merenungi dimana kah letak kesalahan
kita.

Sebagaimana terdapat dalam firman Allah surah an-nisa ayat 79 yang
artinya: "Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah,dan apa
saja bencana yang menimpamu,maka dari (kesalahan)dirimu sendiri...(QS
An-Nisaa :79)

Kala musibah sebagai ujian yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya
maka setiap ujian ini akan disesuaikan dengan tingkat ketakwaan
seorang hamba tersebut. Sudah barang tentu manusia yang paling
bertakwa akan diuji dengan ujian yang semakin berat sesuai dengan
tingkatan dan kadar iman serta takwanya kepada sang Kholiq Robbul
'Izzati.

Seperti halnya seorang yang masih dalam bangku sekolah setiap level
atau jenjang pendidikan memiliki instrumen ujian yang berbeda
berdasarkan tingkatan jenjang pendidikan tersebut. Ujian siswa anak
Sekolah Dasar (SD) akan berbeda tingkat kesukarannya dengan ujian
siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), demikian halnya dengan ujian dalam
kehidupan ini pasti ada tingkatan atau level.

Selain sebagai sebuah ujian, terkadang musibah merupakan suatu teguran
dari Allah SWT atas perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang
cenderung melakukan hal-hal yang menjurus pada sebuah kemaksiatan atau
kemungkaran. Bahkan yang lebih mengerikan lagi apabila musibah
tersebut merupakan suatu adzab yang diberikan Allah kepada hamba-Nya
yang tentunya adalah hamba yang ingkar, kufur, dan melanggar perintah
agama.

Terkait dengan hal tersebut wajib percaya bahwa segala sesuatu yang
telah terjadi dan yang akan terjadi, semuanya itu, menurut apa yang
telah ditentukan dan ditetapkan oleh Tuhan Allah, sejak sebelumnya
(zaman azali). Jadi segala sesuatu itu (nasib baik dan buruk) sudah
diatur dengan rencana-rencana tertulis atau batasan-batasan yang
tertentu.

Tetapi kita tidak dapat mengetahuinya sebelum terjadi. Rencana
sebelumnya itu Qadar atau Takdir. Namun kalau kita bisa menerima
dengan ikhlas atas ketetapan-Nya,Insya Allah kita akan terhindar dari
perasaan frustasi dan putus asa karena seseorang yang putus asa akan
sendirian di dunia ini dan tidak mempunyai jalan keluar. Sungguh tidak
pantas lagi jika ada musibah yang sebenarnya akan meninggikan kita,
justru kita menghujat Allah, mengeluhkannya, membenci Allah.

Mulai sekarang mari kita ubah persepsi kita. Apakah yang akan menimpa
kita, entah nikmat atau musibah, kita hadapi dengan ikhlas, ridha
karena semuanya adalah kasih sayang dari Allah untuk meninggikan kita.
Dan mari kita syukuri dengan sikap sabar dan syukur. Bersyukur dengan
semua potensi di jasad dan jiwa kita yang Allah karuniakan, dengan
mengabdi sebaik-baiknya, bertaqwa kepada Allah dengan taqwa yang
sebenarnya, menjalankan Islam secara kaaffah. Insya Allah.

"....Boleh jadi kamu membenci sesuatu,padahal ia amat baik bagimu,dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,padahal ia amat buruk
bagimu,Allah mengetahui,sedang kamu tidak mengetahui."(QS
Al-Baqarah:216)


* Penulis adalah Alumnus IAIN Antasari Banjarmasin 2010 Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris

Sumber : REPUBLIKA.CO.ID,

Redaktur : Heri Ruslan
Jumat, 30 Agustus 2013, 15:01 WIB



--
ttd.


M. Alie Marzen

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah