Sabtu, 09 September 2017

Takutlah Siksa Neraka, Walau Dengan Bersedekah Sebutir Kurma

Mukadimah hadits:

Sabda Nabi shallallahu alaih wa sallam, "Tidak ada seorang pun dari kalian kecuali akan diajak bicara oleh Rabbnya tanpa seorangpun penterjemah antara dirinya dengan Rabbnya. Kemudian ia melihat ke sebelah kanan. Ia idak melihat apapun selain apa yang telah ia perbuat. Lalu ia melihat ke sebelah kiri. Ia tidak melihat apapun selain apa yang telah ia perbuat. Dan ia tidak melihat ke arah depannya, kecuali neraka di hadapan wajahnya. Maka takutlah dari (siksa) neraka, walaupun dengan (bersedekah) separuh kurma! Jika itupun tidak didapati, maka dengan (mengucap) kata-kata yang baik." (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Penjelasan singkat :

Jangan sepelekan sekecil apapun kebaikan karena bisa saja menolong kita dari azab Allah diahirat kelak. melakukan jalan kebaikan banyak sekali, ini adalah kemurahan dari Allah untuk para hamba-Nya, agar mereka mendapatkan keutamaan yang bermacam-macam, dan pahala yang berlimpah. Jalan kebaikan yang pokok ada tiga: amalan jasmani seperti shalat, amalan harta seperti zakat, dan amalan yang berhubungan dengan jasmani dan harta sekaligus seperti berperang di jalan Allah. Tiga pokok amalan ini memiliki ragam yang sangat banyak. Hal tersebut agar ketaatan yang dijalani seorang hamba menjadi beraneka ragam sehingga mereka tidak merasa jenuh. Seandainya amal ketaatan hanya satu macam saja, niscaya mereka akan bosan. Pun tidak akan terlihat siapa yang berhasil melewati ujian, dan siapa yang tidak. Namun jika amal ketaatan beraneka ragam, hal itu akan lebih sesuai dengan kondisi orang yang berbeda-beda, dan akan lebih memperlihatkan kenyataan masing-masing hamba dalam beribadah.

Cukup banyak ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa kebaikan tidak hanya satu macam saja. Di antaranya adalah firman Allah Taala, "Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan-kebaikan." (al-Baqarah: 148)

"Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik." (al-Anbiya: 90)

"Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya."(al-Baqarah: 197)

"Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya." (al-Baqarah: 215)

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (al-Zalzalah: 7)

Dan masih banyak lagi ayat Quran yang menunjukkan hal ini.

Sedangkan dari hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, di antaranya adalah sebagai berikut:

Sabda Nabi shallallahu alaih wa sallam, "Setiap hari, masing-masing sendi salah seorang dari kalian wajib ditunaikan sedekahnya. Setiap tasbih, tahmid, tahlil dan takbir adalah sedekah. Menyuruh kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran merupakan sedekah. Dan dua rakaat yang dikerjakan pada shalat dhuha mencukupi itu semua." (HR. Muslim)

Dikatakan bahwa sendi tubuh manusia ada 360, baik yang besar ataupun yang kecil. Sehingga setiap hari seseorang harus menunaikan 360 sedekah. Sedekah di sini bukan hanya dalam bentuk harta, akan tetapi kebaikan secara umum. Semua pintu kebaikan adalah sedekah. Disebutkan bahwa tasbih, tahmid, tahlil, takbir, menyuruh kebaikan dan mencegah dari kemungkaran adalah sedekah. Maka setiap perkara yang mendekatkan diri kepada Allah adalah sedekah, baik berupa perkataan ataupun perbuatan. Membaca Al-Quran dan menuntut ilmu agama juga merupakan sedekah. Dengan demikian, sedekah itu ada banyak. Siapapun bisa menunaikan kewajiban sedekah harian yang berjumlah 360 ini.

Sabda Nabi shallallahu alaih wa sallam, "Sungguh aku melihat ada seorang laki-laki hilir mudik di surga disebabkan satu pohon yang dia potong dari tengah jalan karena mengganggu kaum muslimin." (HR. Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa siapa yang menghilangkan gangguan dari kaum muslimin, akan mendapat pahala yang besar. Kalau menghilangkan gangguan yang bersifat indrawi saja seperti ini, bagaimana lagi dengan menghilangkan gangguan yang bersifat maknawi. Ada sebagian orang yang jahat, suka mengganggu, memiliki pemikiran buruk, dan berakhlak tercela. Mereka menghalang-halangi orang banyak dari agama Allah. Menyingkirkan orang-orang seperti ini dari jalan kaum muslimin lebih utama dan lebih besar pahalanya di sisi Allah. Caranya adalah dengan membantah dan menyanggah pemikiran-pemikiran mereka. Kalau cara ini tidak membuahkan hasil, pihak berwenang dapat memberikan hukuman mati atau hukuman fisik atau hukuman sosial kepada mereka, sesuai dengan tingkat kejahatan yang telah mereka lakukan.

Singkat kata, menyingkirkan gangguan dari jalan termasuk perkara yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Baik itu jalan inderawi yang dilalui telapak kaki, ataupun jalan maknawi yang dilalui oleh qalbu. Dan menyingkirkan gangguan dari jalan yang dilalui qalbu atau amal, pahalanya lebih besar daripada menyingkirkan gangguan dari jalan yang dilalui telapak kaki.

Sabda Nabi shallallahu alaih wa sallam, "Tidak ada seorang muslim pun yang menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan, dicuri, ataupun dikurangi (diambil) dari tanaman itu akan dihitung sebagai sedekah." (HR. Muslim

Dalam riwayat Muslim yang lain, Rasulullah shallallahu alaih wa sallambersabda, "Tidaklah seorang muslim menaman tanaman kemudian dimakan oleh manusia, hewan ataupun burung, kecuali menjadi sedekah untuknya sampai hari kiamat."

Hadits ini mengandung anjuran bercocok tanam. Bercocok tanam memiliki banyak kebaikan dan kemaslahatan, baik yang bersifat keagamaan maupun keduniaan. Di antara maslahat duniawinya ialah mendapatkan hasil tanaman tersebut. Kemaslahatan dari hasil bercocok tanam tidaklah seperti uang. Ia berguna bagi si penanam dan negerinya. Setiap orang akan mendapatkan manfaat. Dengan menjual atau memakan buahnya. Sehingga terjadi pertumbuhan pada masyarakat tersebut dan terwujud kebaikan yang banyak. Adapun maslahat diniyah bercocok tanam, maka apa yang dimakan oleh burung, ayam ataupun binatang lain, walaupun hanya sebutir, akan menjadi sedekah yang pahalanya diperuntukkan bagi si penanam. Baik ia menginginkan hal itu ataupun tidak. Bahkan kalau ada orang yang mencuri hasil cocok tanamnya, ia akan mendapatkan pahala dengan apa yang dicuri itu.

Dengan demikian, hadits di atas menunjukkan banyaknya jalan kebaikan, dan bahwa seseorang akan mendapat pahala dari barang miliknya yang dimanfaatkan oleh orang lain, baik ia niatkan ataupun tidak. Ini seperti firman Allah Taala, "Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar." (an-Nisaa: 114)

Allah Taalamenyebutkan bahwa semua perkara yang disebutkan ini mengandung kebaikan, baik diniatkan untuk mendapatkan pahala atau tidak. Apabila perkara-perkara tersebut diniatkan untuk mendapatkan keridhaan Allah, maka pahalanya lebih besar lagi. Ini merupakan dalil bahwa sesuatu yang diambil manfaatnya oleh orang lain, maka pemiliknya akan mendapat pahala walaupun ia tidak berniat untuk itu. Jika ia niatkan, maka bertambahlah kebaikan di atas kebaikan.

Allah syariatkan banyak jalan kebaikan agar dengan begitu setiap hamba bisa mencapai puncak tujuan. Di antara jalan kebaikan tersebut adalah bersedekah. Terdapat riwayat shahih dari Nabi shallallahu alaih wa sallam,bahwa sedekah itu menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api." (HR. at-Tirmidzi)

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa sedekah, walaupun sedikit, dapat menyelamatkan seseorang dari siksa neraka. Jika seseorang tidak memiliki apapun, ia dapat menjaga dirinya dengan mengucapkan kalimat yang baik. Atau membaca Al-Quran, karena itu adalah sebaik-baik kalimat. Juga bertasbih, bertahlil, dan semisalnya; menyuruh kepada yang baik dan melarang dari yang mungkar; mengajarkan ilmu dan belajar. Dan ucapan lainnya yang akan mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Semua itu termasuk dalam pengertian kalimat yang baik. Maka jika engkau tidak memiliki setengah kurma untuk disedekahkan, jagalah dirimu dari api neraka dengan kalimat-kalimat yang baik.

(Sumber: Syarh Riyadh ash-Shalihin, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin &
Darussunah.co.id)

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah