Jumat, 10 Februari 2012

Hubungan Pendidikan dengan Islam

http://izaskia.files.wordpress.com/2010/10/pondok-pesantren.jpg

(Guru PAI SMP IT Binaaul Ummah Tambun Selatan)

Pengertian pendidikan menurut istilah adalah suatu usaha sadar yang teratur dan sistematis, yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi anak mempunyai sifat-sifat dan tabi’at sesuai cita-cita pendidikan.

Sedangkan agama menurut Ensiklopedia Indonesia diuraikan sebagai berikut: “Agama (umum), manusia mengakui dalam agama adanya yang suci: manusia itu insaf, bahwa ada sesuatu kekuasaan yang memungkinkan dan melebihi segala yang ada. Sehingga dengan demikian manusia mengikuti norma-norma yang ada dalam agama, baik tata aturan kehidupan maupun tata aturan agama itu sendiri. Sehingga dengan adanya agama kehidupan manusia menjadi teratur, tentram dan bermakna. Sedangkan agama (wahyu) adalah agama yang menghendaki iman kepada Tuhan, kepada para rasulNya, kepada kitab-kitabNya untuk disebarkan kepada segenap umat manusia.

Dari beberapa pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa” pendidikan agama” adalah suatu usaha yang ditunjukkan kepada anak didik yang sedang tumbuh agar mereka mampu menimbulkan sikap dan budi pekerti yang baik serta dapat memelihara perkembangan jasmani dan rohani secara seimbang dimasa sekarang dan mendatang sesuai dengan aturan agama.

Akhlak, Moral dan Etika Pendidikan

Bila berbicara mengenai moral, maka tidak akan terlepas dari tingkah laku manusia, dan bila berbicara tentang tingkah laku, maka erat hubungannya dengan bagaimana pendidikan yang telah didapatkan oleh seorang anak di rumah atau di sekolah. Oleh karena itu usaha yang harus ditempuh untuk menjadikan anak sebagai manusia yang baik dalam lingkungan pendidikan adalah penyampaian pendidikan moral (akhlak), karena akhlak merupakan pencerminan tingkah laku manusia dalam kehidupannya. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan ketiga term di atas, yaitu: Akhlak, moral dan etika.

Secara etimologi kata akhlak adalah bentuk jama dari kata “khuluk”, yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat, sedangkan menurut Ahmad Amin akhlak itu adalah kebiasaan kehendak. Secara terminologi akhlak itu berarti “Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah serta tidak memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. Ada pula yang mengartikan akhlak dengan “Keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan perbuatan tanpa berfikir dan melalui pertimbangan lebih dahulu”.

Dari dua pengertian di atas tampak bahwa tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara keduanya. Dalam masyarakat barat kata “akhlak” sering diidentikkan dengan “etika”, walaupun pengidentikan ini tidak sepenuhnya benar, maka mereka yang mengidentikkan akhlak dengan etika mengatakan bahwa “etika” adalah penyelidikan tentang sifat dan tingkah laku lahiriah manusia. Sedangkan akhlak menurut M. Quraish Shihab lebih luas maknanya dari etika serta mencakup beberapa hal yang tidak merupakan sifat lahiriyah, misalnya yang berkaitan dengan sikap bathin maupun pikiran.

Terlepas dari semua pengertian di atas, kata akhlak dalam penggunaannya sering disamakan dengan kata “moral” dan “etika”. Istilah moral yang kita kenal berasal dari Bahasa Latin, yaitu “mores” yang berarti adat kebiasaan, sedangkan etika berasal dari Bahasa Yunani, yaitu “ethos”, yang berarti kebiasaan. Dalam kehidupan sehari-hari moral lebih dikenal dengan arti susila. Moral mengandung arti praktis, ia merupakan ide-ide universal tentang tindakan seseorang yang baik dan wajar dalam masyarakat. Pada dasarnya akhlak, etika dan moral memiliki arti yang sama, ketiganya sama-sama berbicara tentang baik dan buruk perbuatan manusia.

Dari pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa Akhlak (etika atau moral) adalah budi pekerti, sikap mental atau budi perangai yang tergambar dalam bentuk tingkah laku berbicara, berpikir dan sebagainya yang merupakan ekspresi jiwa seseorang, yang akan melahirkan perbuatan baik –menurut akal dan syari’at– atau perbuatan buruk.

Hubungan pendidikan dengan peserta didik

Peserta didik adalah orang yang mendapatkan pendidikan dan pengetahuan. Peserta didik adalah hal yang paling penting dalam dunia pendidikan, karena tanpa adanya peserta didik, pendidikan tidak akan berlangsung. Lalu apakah benar anak dapat di didik? Untuk menjawab pertanyaan ini para ahli berbeda pandangan.

Aliran Nativisme, mempunyai pandangan bahwa anak mempunyai pembawaan yang kuat sejak dilahirkan, baik buruknya anak sangat tergantung pada pembawaan yang ada padanya, bukan dari pendidikan. Berbeda halnya dengan aliran empirisme yang mempunyai pandangan bahwa perkembangan jiwa anak sangat ditentukan oleh pendidikan atau dengan kata lain baik buruknya anak sangat tergantung pada pendidikan yang diterimanya.

Oleh karena kedua aliran ini terasa kurang memuaskan dalam hal pemberian pendidikan pada anak, maka yang menamakan dirinya aliran convergensi menepis kedua pendapat di atas, dengan mengatakan bahwa perkembangan jiwa anak sangat tergantung pada pembawaan dan pendidikan yang diterimanya. Hal ini sejalan dengan apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah SWT), kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani ataupun Majusi (HR. Muslim)”.

Hadits ini mengisyaratkan kepada kita bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa fitrah beragama, dan kemudian tergantung kepada pendidikan selanjutnya. Kalau mereka mendapatkan pendidikan agama dengan baik, maka mereka akan menjadi oranng yang taat beragama. Tetapi sebaliknya, bilamana benih agama yang telah dibawa tidak dipupuk dan dibina dengan baik, maka anak akan menjadi orang yang tidak beragama ataupun jauh dari agama.

Hubungan Pendidikan dengan Islam

Pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang :
(1) memiliki kepribadian Islam,
(2) menguasai tsaqofah Islam,
 (3) menguasai ilmu pengetahuan (iptek) dan
 (4) memiliki ketrampilan yang memadai.

Seperti yang telah dijabarkan di atas bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia berkualitas secara lahiriyah dan bathiniyah. Secara lahiriyah pendidikan menjadikan manusia bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, serta dapat menentukan arah hidupnya ke depan. Sedangkan secara bathiniyah pendidikan diharapkan dapat membentuk jiwa-jiwa berbudi, tahu tata krama, sopan santun dan etika dalam setiap gerak hidupnya baik personal maupun kolektif. Hal ini mengandung arti bahwa pendidikan akan membawa perubahan pada setiap orang sesuai dengan tata aturan.

Selain itu agama juga mempunyai peran penting dalam dunia pendidikan, banyak ayat-ayat kauniyah yang menganjurkan umatnya untuk selalu belajar kapanpun dan dimanapun, atau dengan istilah long life education sebagai motivasi agama untuk dunia pendidikan. Misalnya wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad Saw. adalah tentang pendidikan, yaitu bagaimana kita membaca perkembangan diri sendiri, orang lain bahkan dunia dengan pengetahuan yang berorientasi agama (ketuhanan). Oleh sebab itu pendidikan agama (Islam) akan memberi “imunisasi” pada jiwa seseorang untuk selalu berada dalam jalan yang benar sesuai dengan ajaran agama itu sendiri, yang selalu mengajarkan kebenaran hakiki pada setiap aktifitas pemeluknya.

Pendidikan agama pada dunia pendidikan merupakan modal dasar bagi anak untuk mendapatkan nilai-nilai ketuhanan, karena dalam pendidikan agama (Islam) diberikan ajaran tentang muamalah, ibadah dan syari’ah yang merupakan dasar ajaran agama. Hal inilah yang menjadikan pendidikan agama sebagai titik awal perkembangan nilai-nilai agama pada anak.

Sebagai contoh, Allah SWT. menganjurkan umatnya untuk bershadaqah, dengan shadaqah anak didik diharapkan peduli dengan masyarakat sekitar yang membutuhkan uluran tangah/bantuan. Shadaqah ini mengajarkan nilai-nilai sosial (muamalah) dalam berinteraksi di masyarakat. Dengan shadaqah seorang anak didik akan merasakan bahwa “saling membutuhkan” pada setiap orang adalah ciri dari kehidupan. Ini merupakan contoh kecil dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Dari contoh di atas mengajarkan “simbiosis mutualisme” dalam kehidupan yang menjadikan suatu bukti bahwa betapa pentingnya nilai-nilai agama diajarkan kepada anak, dimana dalam dunia pendidikan dicakup dalam satu bidang garapan yaitu pendidikan agama. Pendidikan agama dalam kehidupan tidaklah sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru di sekolah, melainkan juga orang tua sebagai contoh nyata dalam kehidupan anak. Bagaimana mungkin anak akan menjadi baik, jika orang tuanya hidup dalam ketidakbaikan. Oleh karena itu pendidikan agama harus ditanamkan kepada anak dimanapun ia berada, baik formal maupun non formal.

Secara teoritis seharusnya pendidikan agama dapat membentuk kepribadian anak, hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama yang endingnya iman dan taqwa kepada Allah Swt. Jika seseorang sudah beriman dan bertaqwa dengan sebenar-benarnya, maka segala perbuatannya akan mencerminkan nilai-nilai agama, menjalankan segala yang diperintah dan meninggalkan semua yang dilarang. Seiring dengan itu maka moral/etika pun akan tercermin di dalamnya. Bagaimana mungkin seseorang yang beriman dan bertaqwa misalnya, menggunakan narkoba atau hal-hal lain yang dilarang agama. Hal ini menjadi bukti bahwa jika seorang anak telah tertanam dalam dirinya nilai-nilai agama yang kuat, maka sudah dapat dipastikan moral/etika pada orang tersebut akan terbentuk dengan sendirinya, mengikuti irama iman dan kualitas taqwa yang ada padanya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu pendidikan mempunyai hubungan yang erat dengan Agama, dan pendidikan agama mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan moral anak didik. Oleh karena itu orang tua/pendidik haruslah memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.   Pendidikan agama hendaklah diberikan kepada anak sedini mungkin, ajarilah dari hal-hal yang kecil sesuai dengan tuntunan agama.
2.   Pelajaran pendidikan agama bukan merupakan science semata, melainkan ilmu amaliah tercakup di dalamnya.
3.   Anak cenderung mengikuti apa yang dilihatnya dari orang dewasa oleh karena itu hendaknya orang-orang tua membiasakan berprilaku keseharian dengan akhlakul karimah, baik perkataan maupun perbuatan.

Demikianlah , semoga apa yang menjadi tujuan pendidikan dapat tercapai dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Wallahul musta’an





0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentarnya jika ada link mati harap lapor. jazakumullah